Pandemi tidak hanya mengubah perilaku nasabah namun juga perusahaan. Kebijakan pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kemudian memaksa perusahaan dan nasabah beralih untuk melakukan transaksi secara digital. Beruntungnya, Pegadaian sudah menyiapkan diri menghadapi era digital.
Pegadaian sudah memulai proses transformasi digital sejak tahun 2017 dengan peluncuran Pegadaian Digital. Namun, tidak bisa dipungkiri, masih banyak nasabah Pegadaian yang belum melek teknologi. Sehingga, pemanfaatan teknologi ini belum maksimal.
“Perusahaan harus memanfaatkan digital untuk mendapatkan efisiensi kerja. Lebih cepat dan masif. Memang benar, tantangannya adalah tidak semua nasabah melek teknologi. Lebih dari itu, kami menyadari tentang adanya regenerasi nanti, kami bisa mulai bersiap untuk calon nasabah yang sudah technology savvy,” kata Harianto.
Momentum pandemi ini harus menjadi pendorong dalam mengakselerasi migrasi saluran layanan di Pegadaian. Ada tiga saluran yang direncanakan, yaitu konvensional yang masih mengandalkan interaksi face-to-face, omnichannel yang merupakan kombinasi online, dan offline, serta fully digital.
Terlepas dari situasi pandemi, kesadaran untuk mengembangkan strategi dengan pemanfaatan digital memang terus dikerjakan oleh Pegadaian. Namun, prosesnya berlangsung secara bertahap. Karena adanya pandemi ini, semua strategi kemudian dipercepat sebagai respons dari perubahan kebiasaan nasabah, bukan hanya regenerasi dari nasabah.
Dengan sistem yang serba digital ini, Pegadaian yakin mampu memperbesar outreach. Karenanya, tidak bergerak sendiri, Pegadaian menjalin kerja sama dengan platform digital dari sisi channel dan memperluas payment sistem.
“Update terhadap layanan digital terus kami lakukan, mulai dari kerjasama untuk pembayaran, transaksi, dan juga channel. Channel digital kami yaitu Pegadaian Digital, terus kami upgrade agar semua transaksi bisa dilakukan secara digital,” ungkap Harianto.
Untuk meningkatkan performa layanan ke depannya, Pegadaian saat ini sedang mengembangkan big data nasabah. Hal ini merupakan upaya Pegadaian untuk menjaga customer management berjalan dengan baik.
Dengan kehadiran big data ini diharapkan nantinya Pegadaian mampu menawarkan produk-produk yang relevan untuk nasabah. Kehadiran big data ini juga ingin dimanfaatkan untuk mendorong digital marketing dan selling agar bisa berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Pegadaian dikenal sebagai perusahaan yang memberikan solusi keuangan bagi masyarakat menengah ke bawah. Namun, Pegadaian juga terus berusaha mengembangkan pasar ke segmen menengah atas. Nasabah di segmen affluent tersebut memerupakan nasabah yang potensial dengan nilai besar jika bisa menjadi nasabah loyal Pegadaian.
Sedangkan bagi nasabah existing, Pegadaian meningkatkan kemudahan untuk bertransaksi. Caranya dengan memperkuat fitur tebus, cicil, perpanjang, dan minta tambah pinjaman. Fitur-fitur tersebut dapat diakses para nasabah melalui Pegadaian Digital.
Selain menyasar segmen atas, Pegadaian juga mulai menyadari bahwa marketing dan brand bergerak dinamis terlebih lagi terhadap regenerasi. Maka, perlu disadari adanya perbedaan karakteristik dari nasabah.
“Bagi nasabah senior atau berusia lanjut, Pegadaian di mata mereka merupakan perusahaan yang sederhana dan homey. Namun, kami menyadari perbedaan citra kami di mata generasi yang lebih muda. Mereka biasa beranggapan bahwa Pegadaian masih menjadi tempat orang tua yang kuno,” tutur Harianto.
Menanggapi hal tersebut, Harianto menjelaskan Pegadaian terus menciptakan berbagai inovasi. Mulai dari pengembangan aplikasi digital, produk-produk serta layanan, hingga pemanfaatan media sosial sebagai saluran komunikasi. Melalui media sosial sendiri, Pegadaian banyak menargetkan segmen milenial.
Tidak hanya digunakan untuk memperkuat engagment dengan nasabah, sisi komunikasi secara digital nyatanya juga dimanfaatkan untuk efisiensi kerja karyawan. Secara internal, digitalisasi ini juga dirasakan dampaknya. Dengan bantuan teknologi, perusahaan mampu meningkatkan efektivitas program kerja.
“Pegadaian merupakan perusahaan yang berusia 119 tahun. Tapi, kami masih eksis dan sustain. Ini artinya di sepanjang perjalanan, perusahaan bisa beradaptasi dengan situasi yang ada. Kami harus senantiasa mendengar, melihat, dan waspada terhadap perubahan yang terjadi di industri. Baik dari sisi kompetisi, nasabah, maupun kondisi pasar dan ekonomi,” tutup Harianto.
Editor: Ramadhan Triwijanarko