Mengenal Strategi Coal Switching ala PT PJB

marketeers article
A Female Hand Pressing Red Switch Of Multiple Socket Outlet, Saving Energy Concept

Krisis yang diakibatkan oleh pandemi tidak hanya menyerang sektor-sektor industri yang bergerak di pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier. Tapi, juga mengakibatkan perusahaan yang bergerak di industri kebutuhan pokok. Salah satunya listrik.

Iwan Agung Firstantara, Direktur PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), anak perusahaan PT PLN (Persero) yang bertugas menyediakan pasokan listrik untuk kawasan Indonesia bagian Barat, Sulawesi, dan sebagian Papua ini mengakui bahwa bisnisnya mengalami penurunan karena pandemi.

Penurunan paling signifikan terjadi karena tidak maksimalnya aktivitas perkantoran, pusat bisnis, perhotelan, dan pusat perbelanjaan. Meskipun permintaan listrik tingkat rumah meningkat tajam, Iwan mengatakan bahwa hal tersebut tidak memiliki peran signifikan. Pada dasarnya, konsumsi listrik terbesar datang dari kebutuhan listrik yang digunakan di tempat-tempat umum.

Menghadapi hal ini, PT PJB kemudian merevisi inisiatif strategi agar berhasil survive setelah masa pandemi COVID-19 berakhir. Jika sebelumnya perusahaan ini melakukan efisiensi biaya operasi untuk memenangkan pasar, prioritasisasi dan efisiensi biaya investasi, dan rescheduling investasi. Pada masa COVID, strategi itu direvisi menjadi coal switching dengan batubara murah, ekspansi portofolio sebagai sumber pendapatan baru dengan minim CAPEX, dan penundaan pelaksanaan Strategic Initiatives (SI) karena pasar sedang relaksasi.

“Strategi Coal Switching memang sudah dilakukan sejak tahun 1994. Yang sebelumnya menggunakan batubara berkualitas tinggi, 6600 kCal/kg diturunkan menjadi 4500 kCal/kg. Saat itu, kami berhasil bersaing di pasar sembari menghemat Rp 166 miliar pertahun. Nah, di masa pandemi ini, batubara akan diturunkan ke nilai kalor yang lebih rendah lagi,” kata Iwan di acara Industry Roundtable, Selasa (12/05/2020).

Direncanakan, penurunan nilai kalor batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik ditargetkan hingga di bawah 4.000 kCal/kg. Iwan mengungkapkan, penurunan ini meningkatkan potensi penghematan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) hingga Rp 73,3 miliar per tahun.

“Risikonya berasa di kerja peralatan dan Sumber Daya Manusia yang lebih berat. Namun, strategi ini memiliki peluang surviving yang lebih besar,” klaim Iwan.

Lebih lanjut, PT PJB mengungkapkan bahwa digitalisasi juga menjadi salah satu upaya untuk terus meningkatkan daya saing dan produktivitas perusahaan di masa pandemi. Perusahaan ini mengembangkan PJB i-core. Teknologi Intelligent Centre of Optimization for Reliability & Efficiency ini digunakan untuk memantau, menganalisis, dan mendiagnosis kondisi pembangkit.

“Kami memanfaatkan teknologi untuk bekerja seefisien mungkin. Meskipun ada pengurangan dalam bahan bakar, tapi ada peningkatan di aspek lain yang mendorong perusahaan untuk terus berjalan seimbang. Sehingga, kami tetap dapat melayani pengguna listrik di kawasan tugas dengan maksimal,” pungkas Iwan.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related