Sosok Toto Sugiri tak perlu diragukan lagi sebagai pemain bisnis data center dalam negeri. Melanglang buana di berbagai perusahaan teknologi sejak 1989, nama Toto tercatat memegang berbagai peran penting.
Ia merupakan pendiri perusahaan data center Sigma yang kemudian diakuisisi Telkom menjadi TelkomSigma, hingga pendiri perusahaan data center tier empat yang pertama di Asia Tenggara, DCI.
Perjalanan karier Toto dimulai ketika memutuskan kembali ke Indonesia usai merampungkan gelar master pada jurusan computer engineering di Jerman. Ia kemudian bekerja di dua perusahaan sebagai Programmer. Karier Toto terus naik, hingga dipercaya memegang peran sebagai Kepala Divisi bidang IT di salah satu bank.
Pengalaman berkarier di bank tersebut menimbulkan optimisme Toto untuk mendirikan perusahaan software khusus perbankan, Sigma Cipta Caraka pada 1989. Ia juga sempat mendirikan Indonet, penyedia layanan Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia pada 1995.
Selang beberapa tahun, krisis moneter terjadi di Indonesia dan menyebabkan banyak perbankan mengalami kolaps.
Keprihatinan Toto terhadap kondisi Indonesia pada saat itu mendorong inisiatif untuk mendirikan Bali Camp. Ia mengumpulkan para programmer di Indonesia untuk bekerja di Bali Camp sebagai software development maupun programmer. Tak berhenti sampai di situ, Toto juga mendirikan data center Sigma (TelkomSigma).
Kini, Toto merupakan salah satu pemain bisnis data center terbesar di Indonesia. Di bawah payung bisnis dengan brand DCI, Toto memegang kendali penuh sebagai pemain data center lokal berstandar global.
Berikut ini, Marketeers mengulik bagaimana Toto mendesain dan menahkodai DCI untuk menjadi market leader di antara kompetisi bisnis data center di Indonesia.
Bagaimana Anda melihat lanskap bisnis data center di Indonesia? Seperti apa demand dan kompetisi yang terjadi di pasar?
Potensi bisnis data center di Indonesia sangat besar. Jika melihat dampak pandemi COVID-19 saat ini, bisnis dituntut untuk bertransformasi secara digital lebih cepat. Untuk memenangkan bisnis di berbagai sektor industri, teknologi menjadi hal yang diutamakan untuk dipertimbangkan. Di satu sisi, data center merupakan tulang punggung dari transformasi digital.
Lanskap bisnis data center bisa dikatakan memiliki potensi yang sangat besar pada size. Kita bisa estimasikan size di atas dua Gigawatt atau sama dengan 2000 MW. Dilihat dari prediksi perkembangan tahun depan, mungkin Indonesia sudah mencapai 100 MW. Secara real jika dilihat dari apa yg dikembangkan sekarang, ini berarti market data center sangat potensial.
Dari sisi kompetisi, akan ada banyak pemain asing data center yang masuk ke Indonesia pada tahun depan. Kompetisi pun akan semakin ketat. Bagi pemain asing, tantangan yang muncul akan berkaitan dengan syarat permodalan.
Apa yang membuat Anda optimistis mendirikan perusahaan data center di Indonesia ketika saat itu kondisi pasar bisa dikatakan belum terlalu aware terhadap layanan ini?
Sejak awal hingga hari ini, saya optimistis akan ada banyak perusahaan yang melakukan transformasi digital. Apalagi, ada berbagai startup digital karya anak bangsa yang bermunculan dan menjadi Unicorn hingga Decacorn.
Dengan adanya transformasi digital yang masif ini, saya yakin pertumbuhan data center akan terus meningkat.
Bisa dilihat dari DCI Indonesia saat ini, dengan total kapasitas 22 MW, DCI telah mendukung industri data center Indonesia dengan menyumbang sekitar 44% kapasitas ke pasar data center Indonesia dari total yang tersedia saat ini sekitar 50-70 MW.
Saat ini, DCI telah mengoperasikan tiga gedung data center dengan total kapasitas 22 MW. Di tahun 2021, DCI akan mengoperasikan empat gedung data center dengan total kapasitas 37 MW.
Salah satu faktor penentu kesuksesan bisnis terletak pada kekuatan marketing perusahaan tersebut. Perusahaan pun perlu memiliki DNA marketing yang tercermin dalam kemampuan perusahaan dalam menciptakan Positioning, Differentiation, dan Brand (PDB). Lantas, apa PDB yang diambil DCI untuk membedakan diri dari kompetitor lain? Kemudian, siapa yang menjadi target market utama dari bisnis DCI?
Kami mengambil positioning sebagai pemain industri data center lokal yang bermain di tier empat. Differentiation DCI fokus pada Quality Service Excellence. Kami memiliki standar operasional global yang memiliki Service Level Agreement (SLA) 99.999% atau hanya lima menit downtime dalam setahun.
Differentiation DCI hadir untuk mendukung transformasi digital di Indonesia dengan menyediakan layanan data center yang reliable dan scalable untuk mengakomodir kebutuhan pasar.
Branding DCI fokus sebagai layanan data center dengan standar operasional global untuk pasar data center di Indonesia, serta dipercaya dan telah melayani lebih dari 150 pelanggan dari industri multinasional dan lokal serta mampu melayani pelanggan dari perusahaan multinasional.
Soal target market, DCI membidik perusahaan multinasional dan lokal dari berbagai industri, seperti financial institution, network service providers, e-commerce, cloud service providers dan enterprise.
Persoalan keamanan menjadi isu penting ketika berbicara perihal data center. Bagaimana DCI menjamin keamanan data para pelanggan?
Benar, keamanan sangat penting dalam operasional data center, baik keamanan fisik atau pun keamanan non-fisik.
Untuk menjawab kebutuhan akan keamanan fisik, saya bersama tim mendesain gedung DCI dengan tata letak yang jauh dari jalan-jalan utama. Struktur gedung DCI dibuat untuk menahan gempa hingga 8.2 SR (Jawa) dan 8.5 SR (Sumatera) sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tidak hanya itu, setiap karyawan, customer, dan tamu harus melalui sembilan checkpoints yang dilengkapi tiga layer kontrol akses biometrik. Untuk mempermudah dalam manajemen akses ke dalam lokasi, DCI Indonesia membagi akses di dalam kompleks menjadi empat zona (Semi-Private Zone, Private Zone, Secured Zone, dan Restricted Zone).
Infrastruktur DCI dilindungi oleh tiga lapisan kontrol, meliputi akses otentikasi dan pengawasan video, serta dikelilingi oleh dinding beton setinggi tiga meter dengan gerbang masuk terpisah untuk orang dan barang. Kami juga melengkapi sistem manajemen pengunjung dan diaudit secara teratur oleh pihak ketiga dalam hal ancaman, kerentanan, dan penilaian risiko (TVRA).
Sementara, kemanan non-fisik DCI tercermin dari kemampuan kami meraih Service Organization Controls (SOC) 1 Type 2 dan (SOC) 2 Type II. Kami juga menerapkan cybersecurity sebagai langkah preventif terhadap ancaman hacker.
Bicara soal leadership, apa definisi leadership menurut Anda? Dan gaya kepemimpinan seperti apa yang Anda terapkan di dalam perusahaan?
Sebagai seorang leader, saya selalu berupaya hadir sebagai mentor bagi tim. Saya juga melakukan monitor langsung terhadap aktivitas bisnis dan mengedepankan transparansi dalam semua hal terkait bisnis.
Alhasil, tim akan memahami lebih dalam mengenai apa yang mereka kerjakan, dan memiliki pemikiran yang visioner dalam melakukan kegiatan bisnis.
Bagaimana pandangan Anda terhadap outlook bisnis data center di Indonesia dan apa langkah yang akan diambil DCI untuk memenangkan kompetisi?
Ke depan, saya rasa kebutuhan data center dengan performa low latency akan semain dicari. Padatnya lalu lintas data tentu akan berpengaruh pada kinerja pengirim data, terlebih jarak lokasi antara pengguna dan penyedia data center cukup jauh. Oleh karena itu, jika data center tidak berada di negara kita, maka yang akan terjadi adalah perlambatan pada latency.
DCI akan mengembangkan size data center dengan melakukan pembangunan gedung data center secara bertahap di kawasan Jabodetabek. Dengan cara ini, kami berharap dapat memperbesar market dan kontribusi untuk ekonomi digital Indonesia.