Dunia pemasaran itu dinamis alias selalu berubah dan berkembang. Perubahan ini biasanya didorong oleh perkembangan teknologi dan dinamika pasar. Oleh karena itu, agar terus nyambung dengan pasar, perusahaan harus lincah beradaptasi dengan perubahan tersebut. Konsep pemasaran juga berkembang mengikuti perubahan tadi. Hal ini nampak jelas dari Trilogi Marketing yang ditulis oleh Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, dan Iwan Setiawan dan diterbitkan oleh Wiley.
Meski ditulis pada waktu dan konteks berbeda, ketiga seri dalam trilogi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiganya saling terkait dan saling mengisi. Ketiganya bisa menjadi panduan bagi para pemasar untuk mengelola produk, pelanggan, dan merek secara lebih baik. Termasuk menjadi pegangan menghadapi situasi serba tidak pasti karena aneka perubahan dan kejutan. Berikut ringkasan dari ketiga seri dalam Trilogi Marketing tersebut.
Marketing 3.0
Seri pertama dari trilogi berjudul Marketing 3.0: From Products to Customers to Human Spirit dan diterbitkan oleh Wiley tahun 2009. Sejak diterbitkan, buku ini sudah diterjemahkan ke dalam 27 bahasa. Seperti yang diusung dalam subjudulnya, Marketing 3.0 menampilkan tiga pergeseran besar, yakni dari product-driven marketing (1.0), menuju customer-oriented marketing (2.0), menuju human-centric marketing (3.0).
Dalam Marketing 3.0, pelanggan tidak hanya mencari kepuasan secara emosional dan fungsional, tetapi juga pemenuhan spiritual dari merek-merek yang mereka pilih. Di sini, values harus dikedepankan dan menjadi elemen utama diferensiasi sebuah merek. Mereka membuat produk dan menjalankan operasional yang bertujuan tak hanya mengejar profit, tetapi juga memberikan solusi atas persoalan-persoalan sosial (people) dan lingkungan (planet). Pelanggan tak diperlakukan lagi sebagai objek atau raja, tetapi sebagai sahabat maupun manusia sepenuhnya yang memiliki hati, budi, dan spirit.
Meski sudah terbit lebih dari satu dekade lalu, pesan buku ini masih sangat relevan dengan kehidupan pasar saat ini yang didominasi oleh Milenial dan Gen Z. Kesadaran pada nilai-nilai mendorong segmen muda ini cenderung memilih merek dan perusahaan yang mengadopsi dampak sosial dalam model bisnis mereka. Mau tak mau, bila ingin eksis di masa depan, perusahaan harus menjalankan nilai-nilai Marketing 3.0 ini, seperti kejujuran, keadilan, empati, solidaritas, cinta lingkungan, dan sebagainya. Ini menjadi dasar konsep pemasaran selanjutnya.
Marketing 4.0
Seri kedua dari trilogi adalah Marketing 4.0: Moving from Traditional to Digital yang terbit pada tahun 2016. Sesuai dengan subjudulnya, buku ini meluncur di era yang ditandai dengan peralihan dari tradisional ke digital. Di buku ini, dibedakan marketing di dunia digital dengan digital marketing. Pemasaran di dunia digital tidak hanya mengandalkan media dan kanal digital, namun omnichannel alias integrasi offline dan online maupun fisik dan digital. Konsep ini terinspirasi dari Industri 4.0 yang dipopulerkan oleh pemerintah Jerman yang menggunakan sistem hybrid di sektor manufaktur mereka.
Di era konektivitas ini, pemasar dituntut memahami customer journey di seluruh titik sentuh pelanggan, baik di ranah offline maupun online. Oleh karena itu, buku ini memperkenalkan customer path baru yang dipengaruhi oleh berkembangnya internet, yakni aware, appeal, ask, act, dan advocate (5A). Ini menggeser konsep customer path lama yang sudah usang, yakni aware, attitude, act, dan act again (4A). Di sini, kesuksesan sebuah merek tidak diukur lagi dengan banyaknya konsumen yang melakukan repeat buying, melainkan yang secara sukarela memberikan advokasi dan rekomendasi ke konsumen lainnya.
Secara umum, buku yang sudah diterjemahkan dalam 24 bahasa ini mengusung pendekatan pemasaran yang mengkombinasikan interaksi online dan interaksi offline antara perusahaan dengan pelanggan. Di era ekonomi digital, interaksi digital saja tidaklah cukup. Kenyataannya, justru di saat dunia online berkembang, sentuhan offline menjadi titik diferensiasi yang kuat. Oleh karenanya, Marketing 4.0 juga menekankan konektivitas machine-to-machine dalam rangka mendongkrak produktivitas yang harus diimbangi dengan konektivitas human-to-human dalam rangka memperkuat customer engagement.
Marketing 5.0
Di seri ketiga ini, teknologi masih mendapat sorotan utama, terutama perannya untuk kemanusiaan. Karenanya, buku ini diberi judul Marketing 5.0: Technology for Humanity yang diterbitkan pada tahun 2021.
Asal tahu saja, pada saat buku Marketing 4.0 ditulis, teknologi belum secanggih dan sekompleks sekarang. Saat itu, dunia masih berada di masa transisi menuju digital. Namun, pandemi COVID-19 yang melanda secara global lebih dari dua tahun lalu, telah mengakselerasi digitalisasi di segala bidang, khususnya bisnis. Pasar maupun pemasar dipaksa mengadopsi realitas digital dan tanpa tatap muka.
Masa tersebut menjadi masa yang tepat untuk meluncurkan Marketing 5.0. Sudah waktunya bagi perusahaan untuk memanfaatkan kekuatan penuh dari teknologi-teknologi canggih dalam strategi pemasaran, taktik, dan operasional mereka. Buku ini sebagian terinspirasi dari konsep Society 5.0 yang dipopulerkan oleh pemerintah Jepang dalam rangka membuat peta jalan menuju masyarakat berkelanjutan yang didukung penuh oleh teknologi canggih. Buku ini menekankan pentingnya teknologi untuk kebaikan umat manusia. Karenanya, Marketing 5.0 merupakan kombinasi antara elemen human-centricity dari Marketing 3.0 dengan technology-empowerment dari Marketing 4.0.
Buku ini menyebut teknologi-teknologi maju (Next Tech), seperti artificial intelligence (AI), natural language processing (NLP), teknologi sensor, robotik, augmented reality (AR) dan virtual reality (VR), hingga internet of things (IoT), dan blockchain bisa dimanfaatkan oleh pemasar membentuk pengalaman baru pelanggan (New CX). Teknologi-teknologi tersebut dibuat karena terinspirasi kemampuan dan kebutuhan manusia (human-inspired technology).
Konsep Marketing 5.0 terdiri dari lima elemen, yakni dua disiplin berupa data-driven marketing dan agile marketing serta tiga aplikasi berupa predictive marketing, contextual marketing, dan augmented marketing. Buku ini menekankan relasi kuat antara manusia dan mesin. Kombinasi antara cool technology dengan warm interaction antarmanusia itulah yang akan menjadi masa depan pemasaran.
Buku Marketing 5.0 sudah diterjemahkan dalam 15 bahasa. Buku ini masuk daftar buku yang dinobatkan sebagai buku bisnis terbaik tahun 2021 versi Soundview. Ini termasuk fenomenal karena belum genap setahun dirilis ke publik oleh penerbit Wiley, tepatnya Februari tahun lalu.
Demikian ringkasan tiga seri dalam Trilogi Marketing yang pemasar harus tahu. Saat ini, penulis dan penerbit sedang mempersiapkan buku Marketing 6.0 sebagai seri keempat pada akhir tahun 2023 yang akan menandai lahirnya tetralogi baru. Tentu dengan bahasan yang relevan dengan konteks pemasaran terbaru. Kita tunggu saja.