Sudah menjadi hal yang lumrah ketika kita berbisnis dan mendapat respons luar biasa dari konsumen lantas muncul para pesaing. Namun, hal tersebut kian membuat kesal ketika para pesaing yang hadir justru membawa produk dan kemasan tiruan yang sekilas terlihat sama persis.
Hal demikian sering terjadi di pasar tradisional. Seperti yang dialami oleh Sumber Selera sebagai produsen bakso kemasan. Sumber Selera pun menanggapi isu di atas dengan strategi branding. Mengedukasi konsumen pun menjadi pilihan mereka.
Pertama kali melakukan produksi pada tahun 1989 di daerah Kebon Jeruk. Bakso Sumber Selera pun sangat dikenal dengan identitas tersebut. Dari sinilah, banyak muncul merek bakso berlabel Kebon Jeruk yang sebenarnya adalah produk tiruan. Kemasannya pun dibuat persis dengan sedikit perbedaan.
“Kami ubah seperti apa pun kemasan kami pasti mereka mengikuti. Kami bikin kemasan dengan kepala sapi, mereka bikin kemasan dengan gambar kepala sapi,” jelas General Manager Operations PT Sumber Prima Anugerah Abadi (SPAA) Mumu Alqodir.
Lantaran kanal distribusi produk mereka kuat di pasar tradisional yang notabene konsumennya kurang teredukasi, Bakso Sumber Selera pun memilih untuk mengedukasi konsumen mereka. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menggelar program CSR bertajuk Berbagi Kelezatan.
Melalui program ini, Bakso Sumber Selera mengedukasi masyarakat, khususnya yang berada di Desa Tegal Angus Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, mengenai bakso yang bergizi.
Lebih dari itu, mereka juga ingin memperbaiki gizi desa tersebut yang menurut pemantauan mereka desa tersebut memiliki indeks kecukupan gizi yang rendah. Bekerja sama dengan PKPU Human Initiative dan petugas kesehatan pemerintah desa setempat, mereka terjun langsung ke lapangan melakukan berbagai rangkaian pendekatan dalam rangka perbaikan gizi anak-anak selama tiga bulan.
“Dari program di atas, muncul program Sahabat Gizi Kita (SAGITA). Akan ada tim (yang kami kader) yang melakukan intervensi gizi seimbang secara holistik guna memastikan periode emas 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dapat diraih dengan sebaik-baiknya oleh anak-anak di wilayah tersebut,” lanjut Mumu.
Tidak hanya melakukan pemantauan perkembangan gizi anak-anak dan ibu penerima manfaat, para kader juga memiliki tugas untuk mengedukasi masyarakat sekitar. Sehingga, pengetahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan lingkungan serta memerhatikan asupan gizi anak-anak bisa bertambah. Melalui jajaran kader tebaiknya, Mumu berharap mereka mampu meningkatkan berat badan balita minimal naik 20% serta menumbuhkan pengetahuan ibu minimal naik 30% dari pretest ke postest yang akan mereka lakukan.
Berbagai kanal komunikasi pun mereka kerahkan dalam mendukung program tersebut. Dari sini, Mumu juga berharap masyarakat semakin mengenal Bakso Sumber Selera yang asli yang mana. Dan, berharap masyarakat mampu memilih produk dengan gizi yang baik.
Editor: Sigit Kurniawan