Menguak Rahasia Minuman Baru Starbucks

marketeers article

Membuka awal tahun 2015, Starbucks kembali berinovasi dengan meluncurkan ragam minuman baru. Kali ini, Starbucks memperkenalkan rangkaian produk Espresso Confections, yang terdiri dari dua minuman, yaitu Raspberry Truffle Mocha dan Chesnut Creme Latte. Terinspirasi dari kelezatan kue, permen lemon, dan cokelat, minuman yang ditujukan dalam menyambut musim dingin ini hanya diluncurkan secara terbatas, mulai 6 Januari hingga 9 Maret 2015.

“Setiap minuman baru hadir setiap delapan hingga sembilan minggu. Kami tidak ingin membuat konsumen bosan. Kami terus berinovasi dalam hal produk. Bahkan, produk yang diluncurkan saat ini adalah hasil kerja tim R&D kami setahun lalu. Kami juga telah memikirkan minuman apa lagi yang akan diluncurkan dalam lima tahun ke depan,” papar Sari Siswani, Senior Marketing & Promotion Manager Starbucks Indonesia kepada Marketeers, Kamis, (8/1/2015).

Sari menambahkan, setiap produk espresso baru yang diluncurkan Starbucks, selalu memiliki dua versi, baik versi original espresso, maupun versi frappuccino. Hal ini dilakukan mengingat frappuccino memiliki segmen konsumen tersendiri yang cukup dominan di Starbucks. “Biasanya, mereka yang merupakan penikmat kopi pemula lebih menyukai varian frappuccino. Mungkin rasa frappuccino lebih friendly, alias tidak sekuat kopi espresso. Karena pelanggan kami banyak anak sekolah dan mahasiswa, kami membuka ruang bagi mereka untuk menikmati kopi dengan cita rasa tertentu. Setelah makin dewasa, biasanya mereka perlahan akan beralih ke kopi espresso,” jelasnya.

Diakui Sari, espresso masih mendominasi penjualan kopi di Starbucks Indonesia. Perbedaanya dengan penikmat frappuccino hanya terpaut tipis, yaitu 10%. Di luar dua jenis minuman itu, Starbucks menawarkan minuman alternatif, yaitu teh dan cokelat. Green Tea Latte dan Chocolate merupakan dua minuman di luar kopi yang paling banyak dipesan konsumen.

Selain itu, Starbucks kerap menampilkan kembali minuman musiman yang sempat menjadi best seller. Misalnya, Toffee Nut Frappuccino yang kerap diluncurkan setiap musim liburan tiba, yaitu setiap bulan November dan Desember. Sari bilang, tak semua minuman musiman bisa dikeluarkan kembali. Kalaupun ada, itu pun dengan versi yang berbeda. “Kami tidak pernah mengeluarkan minuman yang sama 100%. Misalnya, Chesnut. Minuman ini memiliki kisah sukses sehingga kami keluarkan kembali pada musim dingin ini. Namun, Chesnut hadir dengan twist yang berbeda dari sebelumnya. Ini dilakukan agar membuat konsumen penasaran dengan minuman favoritnya,” ungkapnya.

Di sisi lain, Sari mengakui, pernah ada minuman yang awalnya hanya diluncurkan pada musim tertentu, namun karena permintaan yang tinggi, malah masuk ke dalam menu inti (core). Contohnya adalah Green Tea Latte dan Caramel Coffee Jelly. Ia bilang, jarang sekali minuman core yang dihapus. Jika terjadi, itu karena ada masalah dengan supplier, terkait masa simpan bahan baku selama proses distribusi. Sebab, di luar susu, seluruh bahan baku Starbucks merupakan produk impor yang harus didistribusikan ke 200 gerainya di Indonesia.

“Dulu, kami punya White Chocolate Mocca. Karena salah satu bahan baku minuman itu sulit untuk masuk ke Indonesia, kami putuskan untuk mengganti minuman itu. Di luar Pulau Jawa, bahan baku bisa masuk tiga minggu hingga satu bulan,” papar Sari.

Sari menjelaskan bahwa tidak semua minuman bisa masuk ke dalam papan menu yang berada di tiap gerai. Padahal, kata Sari, Starbucks bisa menciptakan ribuan jenis minuman, karena sifat minumannya yang bisa dipersonalisasi. “Ada minuman yang tidak ada di papan menu, namun bisa dipesan konsumen. Misalnya, Raspberry Latte dan Coffee Frappuccino. Jika seluruh jenis minuman kami masukkan seluruhnya ke menu, ya tidak muat papan menunya,” imbuhnya.

Tantangan Starbucks Stasiun
Dengan rata-rata konsumen Starbucks berusia 18 hingga 30 tahun, sudah pasti lokasi ekspansi Starbucks tak jauh dari kerumunan kalangan usia produktif tersebut. Tak heran jika selama ini gerai Starbucks mayoritas terletak di pusat perbelanjaan dan perkantoran. Sebagian kecilnya berlokasi di rumah sakit, rest area, dan universitas.
 
“Kami ingin lebih dekat dengan pelanggan. Kenyamanan itu kuncinya. Itulah alasan mengapa Starbucks bisa memiliki lebih dari satu gerai di dalam satu mal. Tujuannya, agar memudahkan mereka mencapai Starbucks secara lebih dekat dan mudah,” tutur Sari.
 
Bahkan, mulai pertengahan tahun lalu, ritel asal Seattle Amerika Serikat ini mulai berani merangsek area stasiun kereta, yaitu dengan membuka gerai di Stasiun KA Gambir, Jakarta Kota, Manggarai, dan Sudirman. Kendati, Sari mengakui jika gerai di stasiun itu penuh tantangan. Salah satunya disebabkan oleh persepsi sebagian kalangan yang menganggap Starbucks itu mahal. Persepsi ini jika dibiarkan bakal merugikan Starbucks. Apalagi, jika dihitung-hitung, target konsumen yang bisa dibidik Starbucks di stasiun kereta api tergolong besar, yaitu bisa mencapai jutaan orang saban harinya.
 
“Kadang-kadang, orang sudah terintimidasi dengan perkataan teman-temannya. Padahal jika mereka datang dan melihat harga Starbucks, mereka akan tahu bahwa ada beberapa minuman kami dibanderol dengan harga yang murah,” ungkap Sari.
 
Sebab itu, Starbucks pun meluncurkan promosi seharga Rp 10.000 untuk satu gelas Misto Coffee Special ukuran tall menggunakan Kartu Flazz BCA. Ini dilakukan demi meningkatkan awareness Starbucks di mata pengguna stasiun kereta. “Awareness itu tidak bisa hanya dilihat dari luar gerai. Promosi ini bertujuan merangsang pengguna kereta untuk setidaknya masuk dulu ke gerai kami. Dengan begitu, mereka akan mengenal kami. Terlebih, sebagian besar pengguna Commuter Line menggunakan kartu Flazz sebagai alat pembayaran di kereta. Jadi, mengapa tidak kami manfaatkan peluang itu?” cetusnya.
 
Hingga Januari 2015, Starbucks memiliki 201 gerai di Indonesia yang mana gerai terakhir berlokasi di Seminyak, Bali. Pada Februari 2015, PT Sari Coffee Indonesia selaku pengelola Starbucks akan membuka empat gerai baru. Salah satunya berlokasi di Bandar Udara Achmad Yani Semarang.

Related