Saat ini, arus globalisasi yang mengalir begitu deras di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Terlihat dalam mengalirnya beragam informasi yang begitu deras hingga perubahan gaya hidup masyarakat yang beorientasi pada tren yang terjadi luar negeri. Hal ini tentunya berdampak pada jiwa nasionalisme, terutama pada generasi muda atau yang akrab dikenal sebagai generasi milenial.
Menurut lembaga riset Alvara Research Center, pandangan nasionalisme pada generasi muda berbeda dengan pandangan nasionalisme zaman dahulu. Menurut generasi yang lebih senior, nasionalisme dipenuhi dengan angkat senjata melawan penjajah demi membela tanah air. Sedangkan, generasi muda tidak lagi berjuang dengan menggunakan senjata ataupun berperang melawan penjajah.
“Kalau kita lihat generasi muda saat ini, pandangan nasionalisme menurut mereka yaitu bagaimana mereka dapat berkontribusi membangun negara dengan memenangkan olimpiade di luar negeri, kontribusi dalam memberikan donasi, dan menggerakan masyarakat untuk donasi kepada yang membutuhkan,” ujar Founder & CEO Alvara Research Center, Hasanudin Ali atau yang kerap disapa dengan Cak Hasan dalam program Merdeka Insight yang diadakan oleh Marketeers.
Menurut Cak Hasan, generasi milenial dengan generasi yang lebih senior memiliki karakter yang berbeda mengenai kebangsaan dan nasionalisme. Generasi muda sangat dipengaruhi oleh digital sehingga mereka memiliki akses informasi yang tidak terbatas. Sedangkan generasi yang lebih senior, cenderung memiliki karakter yang updown, dan berkomunikasi dari satu sisi. Mereka hanya mendapatkan informasi dari menonton televisi atau membaca koran.
“Beda generasi beda karakter. Generasi muda memiliki akses informasi yang luas sehingga membentu mereka untuk melihat nasionalisme dengan pikiran yang terbuka. Justru yang kita lihat adalah sisi nasionalisme mereka sangat besar. Berbeda dengan generasi yang lebih senior, karena mereka mengalami sisi yang berat, yaitu perjuangan menuju kemerdekaan,” tutur Cak Hasan.
Cak Hasan juga turut memaparkan beberapa isu yang sering diperbicangkan di kalangan anak muda. Pertama, isu mengenai pendidikan. Hal ini dikarenakan generasi muda sekarang secara usia berada dalam taraf pendidikan. Kedua, isu lingkungan. Isu-isu seperti climate change, polusi, bencana alam justru sangat diminati. Ketiga, isu ekonomi dan ketenagakerjaan. Keempat, transparansi pemerintah.
“Menarik kalau kita lihat anak-anak muda yang antusias dengan keempat isu ini, yakni UU Prakerja, regulasi, kebijakan, isu lingkungan. Empat isu ini memang diharapkan oleh anak-anak muda,” kata Cak Hasan.
Selanjutnya, Cak Hasan menjelaskan mengenai bentuk ekspresi cinta Tanah Air bagi generasi milenial. Menurut Cak Hasan, cara generasi muda mengekspresikan kecintaan mereka terhadap Indonesia sangat menarik. Bisa dilihat dari kreatifitas mereka di sosial media, gerakan sosial yang mereka buat, dan di dunia startup.
“Ekspresi-ekspresi nasionalisme mereka bisa kita lihat dari sisi kreatifitas mereka di sosial media. Meme yang merek abuat, jargon-jargon yang mereka buat, bagaimana mereka aktif untuk membuat gerakan sosial saat bencana alam, dan bagaimana mereka aktif di dunia startup mencerminkan bagaimana anak muda masih memiliki kecintaan terhadap bangsa dan negara,” sahut Cak Hasan.
Selain itu, Cak Hasan juga menegaskan kepada generasi muda bahwa globalisasi tidak bisa di tolak. Mau tidak mau, suka tidak suka, tekanan globalisasi nyata dan ada, dan akan terus menguat. Menurut Cak Hasan, generasi muda boleh berpikir dan memiliki pandangan secara luas, boleh mengadopsi pemikiran barat. Namun demikian, generasi muda tidak boleh lupa bahwa mereka memiliki jati diri sebagai seorang bangsa Indonesia.
“Kita tidak bisa menghalangi seseorang untuk tidak mengadopsi pemikiran barat atau melarang mereka untuk menggunakan produk luar. Tetapi kita harus menekankan kepada mereka untuk tidak lupa bahwa mereka adalah bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai perekat kita,” tegas Cak Hasan.
Ia menambahkan bahwa untuk menanamkan ideologi Pancasila, nasionalisme serta kecintaan terhadap Tanah Air kepada generasi muda tidak bisa menggunakan cara yang lama. Generasi muda sering menghabiskan waktunya di dunia digital, sehingga mereka terbiasa dengan komunikasi dua arah yang setiap sisinya ada. Maka dari itu, contoh teladan dan praktik konkrit yang harus diperlihatkan pada mereka.
“Contoh teladan dan praktik konkrit seperti pembelaan kepada kaum minoritas, transparansi, anti korupsi, itu yang justru harus diperlihatkan kepada mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan contoh yang baik agar mereka bisa mengajak generasi muda untuk mendengarkan mereka dan memberikan pelajaran kepada mereka untuk memahami ideologi Pancasila, nasionalisme dan cinta tanah air,” tutup Cak Hasan.
Editor: Eko Adiwaluyo