Sebagian besar dari masyarakat Ibu Kota Jakarta mungkin sudah pernah menggunakan jasa transportasi kereta listrik Commuter Line atau yang biasa disebut KRL. Bagi Anda yang pernah melihat kereta tersebut melintas di pagi dan sore hari atau jam-jam sibuk, tentu Anda kesulitan mendapatkan gerbong yang kosong.
Hal tersebut disebabkan oleh demand yang terlewat besar ketimbang supply yang dimiliki oleh PT KAI Commuter Jabodetabek sebagai pengelola.
“Setelah terjadi lonjakan, tentu kami menganalisis, apa yang harus dilakukan. Saat ini, kuncinya adalah mempercepat penambahan kapasitas angkut,” kata Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek M.N Fadhila.
Dalam mengeksekusi cara tersebut, Fadhila dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, menambah frekuensi perjalanan. Kedua, memperpanjang rangkaian. Setelah melihat fakta di lapangan, Fadhila lebih memilih untuk memperpanjang rangkaian. Efeknya pun menurut Fadhila cukup luar biasa. Jika KCJ memilih penambahan frekuensi perjalanan, mau tidak mau nanti kepadatan kendaraan jalan raya di pintu perlintasan itu pasti bertambah.
Itu dampak langsung karena dengan semakin rapatnya perjalanan KRL, semakin jarang head way (palang pintu) untuk dibuka. Dan, bisa berakibat ke mana-mana soal lalu lintas kendaraan. Dalam memperpanjang rangkaian pun muncul permasalahan baru. Ternyata, peronnya tidak memadai di semua stasiun.
“Tahun kemarin, hampir 26 stasiun selesai kami perpanjang peronnya untuk menampung 12 rangkaian gerbong (program Transformasi 12). Masih ada ketinggalan 4-5 stasiun lagi yakni jalur Bogor – Bekasi. Tapi, tahun ini pasti selesai,” ucap Fadhila.
Selain jalur tersebut, Fadhila menilai jalur lintas barat (Tanah Abang, Maja, Serpong, Parung) juga berpotensi dari lonjakan penumpang. KCJ juga saat ini sedang mengerjakan perpanjangan peron di sana. Yang sudah selesai 90% sudah bisa digunakan itu di Pondok Ranji dan Sudimara.
Nah, stasiun yang lainnya masih dikejar. Mudah-mudahan November ini selesai sampai dengan stasiun Maja. Ditargetkan paling lambat awal tahun 2017 bisa rampung sehingga program Transformasi 12 bisa terealisasi. Sekarang semua kereta, rangkaiannya adalah 1 kereta 10 gerbong
Apa itu sudah cukup? Ternyata tidak. Paling lama sebulan setengah longgar setelah itu padat lagi. Akhirnya, KCJ berpikir dan melihat data di DKI Jakarta. BPS DKI (2015) mensurvei ternyata dari total orang bergerak dengan semua jenis kendaraan se-Jabodatabek, KRL baru mengambil pangsa pasar 10%. Artinya, seberapa pun KCJ menambah kereta tidak akan pernah terasa longgar karena baru 10%.
“Tahun kemarin, kami sudah membeli 120 rangkaian. Tahun ini hingga akhir tahun, kami membeli lagi 60 rangkaian. Selama kuenya masih sekecil 10% tadi, ya, tidak mungkin semua penumpang se-Jabodetabek akan diangkut oleh Commuter Line. Menurut saya, kalau pangsa pasar di angka 25% saja sudah bagus,” tutup Fadhil.
Editor: Sigit Kurniawan