Kontribusi industri manufaktur terhadap rata-rata perekonomian di dunia saat ini berkisar 17%. Merujuk data World Bank Tahun 2017, Indonesia (20,5%) menjadi salah satu negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, mengikuti China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), dan Jerman (20,6%). Lantas, seperti apa kontribusi manufaktur bagi perekonomian Indonesia?
Saat ini, nilai tambah industri nonmigas mencapai US$236,69 miliar atau meningkat dari capaian di 2015 sebesar US$212,04 miliar. Hal ini turut mempengaruhi peningkatan pangsa pasar terhadap industri manufaktur global, yang mencapai 1,84%di tahun 2018.
“Jadi, ini disebut sebagai norma baru. Kalau dibandingkan dengan tahun 2000-an, konteksnya berbeda. Pertumbuhan di China saat ini juga single digit. Sekarang PDB kita sudah masuk klub US$1 triliun,” ungkap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Untuk mendorong hilirisasi di sektor industri pengolahan kelapa sawit, Pemerintah telah menetapkan kebijakan Mandatory B-20 yang diproyeksikan meningkatkan pertumbuhan pasar domestik produk hilir minyak sawit hingga 6,5% serta menumbuhkan pasar ekspor sebesar 7,4%.
“Saat ini, rasio ekspor produk hilir di industri CPO sebesar 80 persen dibandingkan produk hulu. Investasi mencapai US$1,2 miliar dengan penyerapan tenaga kerjalangusng sebanyak 2.000 orang dan 32.000 tenaga kerja tidak langsung,” paparnya. Pada 2019, pasokan biodiesel ditargetkan sebesar 6,1 juta ton yang didukung dengan pabrik biodiesel nasional berkapasitas terpasang mencapai 12,75 juta Kilo Liter.
Sementara itu, industri pengolahan kakao menikmati surplus hingga US$770 juta dengan peningkatan ekspor cocoa butter sebesar 19% dan cocoa powder 18% pada Januari-September 2018. Sedangkan, pertumbuhan di industri gula didukung oleh pembangunan tiga pabrik gula baru dengan total kapasitas 35.000 TCD.
“Di industri smelter, terdapat 24 proyek baru yang telah mencapai 100%. Total investasi smelter untuk stainless steel, tembaga, nikel dan aluminium mencapai Rp311,5 triliun,” lanjutnya.
Menperin menambahkan, industri manufaktur juga menjadi penyumbang pajak dan cukai yang cukup tinggi. Hingga 30 November 2018, penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan tumbuh 12,74 persen dengan nominal realisasi Rp315,13 Triliun, kontribusinya sebesar 30 persen dari total seluruh penerimaan pajak. Sedangkan penerimaan cukai tumbuh 13,2 persen dengan realisasi Rp123,3 triliun.
Pertumbuhan industri yang positif ditopang oleh pertumbuhan masing-masing subsektor industri. Subsektor industri dengan rataan pertumbuhan tertinggi antara lain makanan dan minuman (8,71%), barang logam, komputer, barang elektronika, mesin dan perlengkapan (4,02%), alat angkutan (3,67%), serta kimia (3,40%).Sektor industri pengolahan non-migas pada 2018 memberikan kontribusi 17,66% terhadap total PDB nasional. Ini merupakan kontribusi terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya.
Selanjutnya, populasi industri besar dan sedang bertambah sebesar enam ribu unit usaha. Industri kecil mengalami penambahan jumlah industri yang mendapatkan izin sebanyak 10 ribu unit usaha. Dalam upaya penumbuhan industri kecil dan menengah, telah dilakukan melalui berbagai bimbingan teknis kepada para pelaku IKM.
Pada periode 2015-2018, sebanyak 40.668 wirausaha baru dengan berbagai komoditas mendapatkan pelatihan dari Kemenperin dan sebanyak 10.774 IKM memperoleh legalitas usaha pada periode sama.
“Program Santripreneur meningkatkan produktivitas dan memperkuat perekonomian masyarakat dengan pemberdayaan para santri. Hingga 2018, program Santripreneur telah menjangkau 14 pondok pesantren dan membina sekitar 3.200 santri,” tuturnya.