Potensi pertumbuhan industri kakao diprediksi kian besar dengan pemanfaatan teknologi Industri 4.0. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara mengatak pemanfaatan momentum ini dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan sehingga mendongkrak profit perusahaan dan pendapatan pekerja.
Guna lebih memacu daya saing produk sektor hasil perkebunan, Ngakan mengatakan, pihaknya telah mendorong pelaku industri terkait untuk memanfaatkan teknologi terbaru dalam proses produksi.
“Dengan memanfaatkan teknologi terbaru khususnya yang mengarah ke industri 4.0, efisiensi dan produktivitas perusahaan akan meningkat sehingga dapat pula mendongkrak profit perusahaan dan pendapatan pekerja,” tegas Ngakan di Jakarta, Kamis (02/05/2019).
Ngakan menyebutkan, industri kakao misalnya, nilai ekspor lemak dan minyak kakao mencapai US$824,05 juta pada 2018.
“Indonesia telah menjadi penyuplai bahan baku kakao terbesar ketiga di dunia. Diharapkan, di masa depan, Indonesia bisa menjadi negara unggulan eksportir barang jadi produk kakao, bukan lagi eksportir bahan baku,” papar Ngakan.
Sejak tahun 2018, dalam upaya menciptakan ekosistem inovasi yang mendukung industri 4.0, telah dilakukan kegiatan penelitian dan perekayasan di beberapa unit di bawah BPPI sebagai proyek percontohan. Misalnya, litbang industri pengolahan kakao berbasis industri 4.0 oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP) di Makassar.
Selanjutnya, memperbarui proses Modified cassava flour (Mocaf) berbasis industri 4.0 oleh Balai Besar Industri Agro (BBIA) di Bogor serta penerapan Internet of Things (IoT) untuk Melted Aluminium Thermographic Inspection dan Paper Glass Inspection oleh Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) di Bandung.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BBIHP Abdul Rachman Supu menyampaikan, pihaknya menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Inovasi Litbang Hasil Perkebunan dalam Menghadapi Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0” ini tidak hanya untuk menyosialisasikan hasil litbang, namun juga diharapkan dapat menjadi sarana komunikasi dan wadah bertemunya peneliti, akademisi, pemerintah dan pelaku industri dalam rangka meningkatkan teknologi dan inovasi industri hasil perkebunan.
“Melalui pemanfaatan teknologi terkini, komoditas lokal dapat diolah menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing. Untuk itu, diperlukan inovasi teknologi hasil perkebunan dan partisipasi ahli teknologi dalam mendorong hilirisasi industri,” papar Abdul.