Menilik Perubahan Perilaku Konsumen di Sektor Ritel dan CPG

marketeers article
Woman wearing surgical mask and gloves, buying toilet paper roll in supermarket. Panic shopping after coronavirus pandemic.

Perubahan perilaku konsumen begitu terasa di sektor ritel akibat pandemi, COVID-19. Apalagi, kebijakan physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah kian memberikan dampak bagi sektor ini. Selain itu, Consumer-Packaged-Goods (CPG) menjadi salah satu lini yang turut terkena imbas.

Hasil penelitian SurveySensum yang dirangkum oleh Mobile Marketing Association (MMA) terkait perilaku konsumen Indonesia di tengah kondisi pandemi COVID-19 menunjukkan, mayoritas konsumen merasa tidak khawatir dengan kondisi pandemi, namun menjadi lebih waspada dengan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi (42%).

Alhasil, timbul rasa anxious yang berujung pada perilaku menahan daya beli mereka.

“Konsumen saat ini merasa anxious namun optimistis. Mereka percaya, kondisi ini akan membaik di akhir Mei atau Juni. Namun, mereka merasa khawatir dengan stabilitas finansial mereka. Tak heran, jika konsumen mulai melakukan saving dibandingkan spending,” terang Rajiv Lamba, Founder and CEO Neurosensum & SurveySensum kepada Marketeers.

Pergeseran perilaku konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka bergeser ke saluran daring, namun tidak terlihat terjadi perubahan yang signifikan.

Hasil studi KANTAR Indonesia bertajuk Impact on Indonesian Attitudes & Behaviours: Learning for Brands menunjukkan, meskipun hampir 80% konsumen Indonesia menghabiskan waktu di rumah, dan terjadi peningkatan perilaku belanja online namun tidak ada lonjakan yang begitu mengagetkan.

Woman hands using computer for online shopping concept. Online shopping in isolation or quarantine, Coronavirus Covid-19 pandemic

Potret senada juga terlihat dalam hasil survei McKinsey & Company bertajuk COVID-19: Retail & Consumer Goods Sector Implications and Action Planning yang menunjukkan, terdapat pergeseran perilaku konsumen dalam berbelanja ke saluran online grocery. Namun, perilaku tersebut tidak jauh berbeda sebelum, saat, dan proyeksi setelah masa pandemi.

Pergeseran preferensi dalam memilih saluran pembelian juga sangat terasa pada dine-in restaurant.

“Kami melihat, spending konsumen untuk dine-in restaurant menurun signifikan. Bahkan, hal ini kami proyeksi masih akan berlanjut meskipun pandemi COVID-19 telah berakhir. Perilaku konsumen untuk kembali menikmati dine-in restaurant tidak akan pulih dengan begitu cepat karena habit konsumen tidak akan berubah begitu saja,” terang Simon Wintels, Partner McKinsey & Company.

McKinsey & Company menemukan, pengeluaran konsumen Indonesia untuk menikmati dine-in selama masa pandemi ini mengalami -58% dibandingkan sebelumnya. Setelah pandemi ini usai, pengeluran konsumen untuk dine-in restaurants pun diproyeksi masih akan minus dengan angka mencapai -25%.

Analisis McKinsey & Company juga menunjukkan, akan terjadi pergeseran yang begitu kuat ke arah value. “Meskipun dalam jangka waktu yang pendek belum terlihat, namun hal ini akan berubah secara signifikan. Pasalnya, konsumen mulai membeli produk-produk lower price with better value for money,” jelas Simon.

Untuk jangka waktu panjang (pascapandemi), McKinsey & Company memproyeksi, kekhawatiran konsumen akan pendapatan rumah tangga mereka akan berkurang.

Perubahan perilaku konsumen yang juga terlihat jelas adalah kepedulian yang tinggi terhadap produk yang sehat, segar, dan lokal. 54% konsumen Indonesia mengaku lebih fokus untuk meningkatkan imunitas mereka dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat.

Selain itu, pengeluaran konsumsi mereka juga bergeser kepada produk fresh food. Terjadi peningkatan sebesar 58% untuk konsumsi fresh food di masa pandemi ini dibandingkan dengan sebelumnya. Bahkan, 61% konsumen mengaku akan terus mempertahankan perilaku mengonsumsi fresh food meski pandemi ini telah berakhir.

Sumber: COVID-19 Retail & Consumer Goods Sector Implications and Action Planning, McKinsey & Company

Parameter lain yang menjadi pertimbangan konsumen dalam berbelanja di toko ritel adalah kebersihan. Konsumen Indonesia menjadi konsumen yang paling peduli terhadap faktor kebersihan di dalam toko selama masa COVID-19 (59%).

Yang menarik, atensi konsumen terhadap produk lokal juga mengalami peningkatan. Pasalnya, 69% konsumen Indonesia mengaku tidak terlalu ingin membeli produk bahan makanan asing. Mereka lebih memilih untuk membeli bahan makanan dalam negeri.

Healthy, safety, and local merupakan deretan faktor utama yang memengaruhi in-store experience para konsumen. Selain itu, ketersediaan fresh food dan kedekatan lokasi toko dengan rumah atau kantor mereka juga menjadi faktor yang memengaruhi konsumen dalam memilih tempat berbelanja,” papar Simon.

Terakhir, McKinsey & Company juga memotret terjadi perubahan perilaku konsumen dalam kaitannya dengan loyalitas mereka terhadap suatu brand atau toko.

Sumber: COVID-19 Retail & Consumer Goods Sector Implications and Action Planning, McKinsey & Company

48% konsumen Indonesia mengaku melakukan store switching selama masa pandemi COVID-19. 60% konsumen mengaku, hal ini dikarenakan pertimbangan kedekatan toko dengan hunian mereka. Sementara, 35% konsumen Indonesia juga mengaku tak segan untuk mengganti brand yang semula mereka gunakan dengan brand lain.

Alasan utama yang mendasari hal ini menurut 77% konsumen Indonesia adalah tidak tersedianya produk dari brand yang secara umum mereka gunakan.

“Kondisi ini dapat menjadi momentum bagi brand untuk kehilangan konsumen mereka atau mendapatkan konsumen baru. Jika brand mampu memastikan ketersediaan produk mereka di pasar, maka hal ini dapat menjadi momentum yang tepat bagi mereka untuk menarik konsumen baru dan meningkatkan penjualan,” imbuh Simon.

Related

award
SPSAwArDS