Membicarakan sustainable tourism tidak bisa lepas dari gastronomy tourism mengingat domino effect yang ditimbulkan jenis pariwisata ini sangatlah besar terhadap perkembangan ekonomi masyarakat sekitarnya. Di masa pascapandemi ketika semua bidang terdorong untuk semakin berkelanjutan, berkembang pula sustainable gastronomy tourism. Di sini, keberadaan pariwisata kuliner dapat menciptakan ekosistem perekonomian baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan kawasan sekitar.
Pasar gastronomy tourism secara global memiliki angka yang begitu menjanjikan. Vita Tadau, Founder and Chairman Indonesia Gastronomy Network mengungkapkan pasar wisata ini sudah mencapai US$ 1796,5 miliar pada tahun 2020. Hal ini didorong dengan besarnya minat wisatawan terhadap kuliner destinasi wisata. Keterhubungan tiap pariwisata dengan kuliner juga begitu erat.
“Misalnya pada wellness tourism berkembang tren wisata makanan sehat. Setiap wisata pasti berhubungan dengan gastronomi. Pasar wisata ini akan terus tumbuh seiring dengan semakin tingginya perkembangan pariwisata secara umum,” kata Vita.
Sustainable gastronomy tourism setidaknya memiliki lima dampak keberlanjutan kepada daerah di sekitar kawasannya. Dampak tersebut meliputi perkembangan gaya hidup, perkembangan produk seperti souvenir yang bersangkutan dengan makanan khas, mempertahankan budaya dan sejarah, menumbuhkan pendekatan storytelling dari makanan yang disajikan, serta perkembangan tingkat nutrisi dan kesehatan.
“Lembaga pariwisata global UNWTO sendiri sudah memutuskan sejak beberapa tahun lalu bahwa nutrisi adalah unsur yang penting dalam jenis wisata ini,” tambah Vita.
Apa saja yang dicari para gastronomy tourist ketika berwisata? Mereka biasanya mencari event bersangkutan dengan kuliner lokal. Juga tur yang berkaitan dengan kuliner lokal destinasi tersebut. Artinya, kesempatan masyarakat kawasan destinasi wisata memiliki potensi yang besar untuk maju seiringan dengan perkembangan pariwisata ini.
Beberapa tahun ke belakang, UNWTO telah melirik potensi gastronomy tourism di Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan dijadikannya Ubud, Bali sebagai identitas yang dinaikkan oleh UNWTO sebagai destinasi gastronomy tourism. Hasilnya begitu baik. Citra kuliner daerah ini meningkat tajam dengan semakin banyaknya wisatawan yang hadir dengan tujuan untuk mendapatkan kuliner otentik yang memiliki cerita budaya yang kuat di balik tiap hidangannya.
“Kini, Ubud terus berkembang menjadi destinasi gastronomi yang menjanjikan. Masyarakat sekitar pun semakin kreatif, terutama menghadirkan makanan produk lokal (artisan) yang menjadi identitas kawasan,” kata Vita.
Ekosistem Gastronomi Tingkatkan Potensi Wisata
Indonesia memiliki potensi gastronomy tourism yang sangat baik, namun apa yang harus dilakukan?
Vita memberikan sugesti agar Indonesia mulai membentuk ekosistem gastronomi yang baik. Hal ini bisa dimulai dengan dibentuknya peraturan untuk menyediakan makanan dengan standarisasi yang baik tanpa harus meninggalkan local wisdom. Selain itu, pertimbangan penyediaan makanan yang bertanggung jawab dengan memikirkan waste management pun sangat dibutuhkan.
Diperlukan juga positioning yang baik. Di antaranya memperbanyak global standard destination, memperluas network lewat kekuatan diaspora, menghadirkan restoran indonesia di luar negeri, juga mengadakan event kuliner internasional.
“Indonesia tengah mengembangkan lima destinasi prioritas. Itupun bisa digunakan mengingat pariwisata memerlukan 5P dalam branding-nya, yaitu Place, People, Process, Product, dan Promotion,” tutup Vita.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz