Menilik Strategi Cross-Category Marketing Michelin dan Castrol

marketeers article
Menilik Strategi Cross-Category Marketing Michelin dan Castrol. (Marketeers Tv)

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, perusahaan sering kali mencari cara baru untuk membedakan diri dan menarik lebih banyak pelanggan. Salah satu strategi yang populer adalah cross-category marketing.

Strategi ini melibatkan perusahaan yang memasarkan produk mereka di luar kategori utama mereka dan sering kali melalui kolaborasi dengan merek di industri lain. Contoh klasik dari strategi ini dapat dilihat pada Michelin dan Castrol.

BACA JUGA: Cross-category Marketing: Strategi Efektif untuk Keluar dari Pasar Jenuh

Michelin, produsen ban, telah terkenal dengan Michelin Guide yang memberikan bintang Michelin kepada restoran-restoran berkualitas. Sejak tahun 1900-an, Michelin telah mendorong orang untuk bepergian lebih banyak, mengunjungi berbagai destinasi kuliner, sehingga ban mereka lebih cepat habis dan memerlukan penggantian lebih sering.

“Ini adalah contoh bagaimana merek ban bisa mensponsori panduan restoran dan berhasil,” kata Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc. & Marketeers seperti dikutip dalam ANALISIS #56 di Channel YouTube Marketeers TV, pada Jumat (2/8/2024).

BACA JUGA: Kiehl’s Subway Kembali Digelar, Usung Konsep Trash to Art

Sementara itu, Castrol, produsen pelumas, telah mensponsori indeks kinerja pemain sepak bola sejak Piala Dunia 2008. Tujuannya adalah untuk mengasosiasikan merek Castrol dengan kinerja tinggi dalam olahraga, khususnya sepak bola.

“Dengan mensponsori Piala Dunia, Castrol berhasil menciptakan positioning sebagai pelumas berkinerja tinggi,” ujar Iwan.

Ada beberapa alasan mengapa perusahaan tertarik pada cross-category marketing. Pertama, untuk menghindari kebosanan dalam kategori sendiri yang penuh persaingan.

“Banyak merek lelah bermain dalam kategori mereka sendiri karena persaingan yang ketat, jadi mereka mencari cara untuk keluar dari kebosanan ini dengan masuk ke kategori lain,” ucap Iwan.

Kedua, untuk memanfaatkan merek yang lebih kuat melalui co-branding. Kolaborasi ini memungkinkan merek yang lebih lemah mendapatkan asosiasi dengan merek yang lebih kuat, seperti yang dilakukan Dear Me Beauty dengan KFC.

“Kolaborasi ini membantu merek baru untuk diperkenalkan kepada segmen yang lebih luas,” ujar Iwan.

Ketiga, untuk memperluas pasar target. Banyak merek mewah yang membuka kafe untuk menarik pelanggan baru, seperti Kiehl’s di Cina.

“Membuka kafe adalah cara untuk memperkenalkan merek kepada pelanggan yang mungkin tidak membeli produk perawatan kulit mereka secara rutin,” tutur Iwan.

Keempat, untuk menunjukkan kebaruan dan inovasi. Kolaborasi dengan merek di kategori lain dapat menciptakan persepsi inovasi, seperti yang dilakukan OnePlus dengan Star Wars.

Kolaborasi ini menciptakan kesan baru dan inovatif. Untuk sukses dalam cross-category marketing, perusahaan harus memahami audiens mereka secara mendalam dan menemukan kategori lain dengan kesamaan audiens, kompatibilitas merek, dan peluang amplifikasi.

“Memahami audiens adalah kunci untuk menentukan kategori mana yang paling cocok untuk strategi ini,” kata Iwan.

Dengan penerapan yang tepat, cross-category marketing dapat menjadi strategi yang kuat untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan daya saing perusahaan.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS