Oleh Dr. Dedy Ansari Harahap, SP., MM, Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung
Peralihan transformasi digital pada jasa perbankan dan jasa lainnya telah mengubah tata kelola perusahaan menerapkan pelayanan kepada pelanggan. Kebutuhan dan keinginan konsumen berubah karena menyesuaikan keadaan di masa pandemi yang masih berlangsung. Semua masyarakat yang juga sebagai pelanggan atau nasabah jasa perbankan berpikir realistis dan logis menyikapi keadaan ini. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang sangat berdampak.
Pandemi memperberat masalah bagi jasa perbankan. Layanan keuangan harus melakukan langkah strategis untuk bertahan dan meningkatkan portofolionya (Harahap, 2021). Perbankan saat ini tengah gencar-gencarnya mencari pendapatan di luar pendapatan bunga. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan potensi transaksi dan digital banking, yang bertujuan untuk mengantisipasi penurunan margin akibat adanya proyeksi suku bunga, simpanan dana pihak ketiga, serta kecenderungan masyarakat melakukan transaksinya secara elektronik tidak datang ke bank secara langsung saat pandemi sekarang pada beberapa waktu ke depan (Harahap, 2021).
Adanya anjuran dan imbauan dari pemerintah dengan PPKM Level 3 saat ini di beberapa kota di seluruh Indonesia, dalam rangka mencegah penyebaran pandemi COVID-19 dan varian baru Omicron. Diberlakukannya pembatasan masyarakat, tidak diperbolehkan berdekatan (social distancing), menjaga jarak (physical distancing), dan pemberlakuan skema work from home oleh banyak perusahaan agar selalu stay at home (Harahap, 2020b).
Perubahan perilaku sebagai adaptasi masyarakat dalam menyikapi keadaan tersebut khususnya pada jasa perbankan membuat mereka mengurangi aktivitasnya bertransaksi melalui mesin-mesin Automated Teller Machines (ATM) dan Electronic Data Capture (EDC), masyarakat mulai membiasakan transaksinya melalui sistem pembayaran digital. Perihal ini memberikan konsekuensi pada jasa perbankan berpikir keras menyikapi situasi terkini dan mengevaluasi keberadaan mesin-mesin ATM dan EDC sebagai pemenuhan pelayanan kepada nasabahnya saat ini.
Dikutip dari CNBC Indonesia, disrupsi digital dan kehadiran pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir turut mempengaruhi kebiasaan para nasabah untuk melakukan transaksi. Data terbaru Bank Indonesia (BI) menunjukkan, masyarakat semakin mengurangi transaksi melalui mesin ATM dan beralih menggunakan transaksi daring.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengemukakan transaksi ekonomi dan keuangan digital terus berkembang pesat seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat. Terutama dalam berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital serta akselerasi digital banking. Menurut data bank sentral per Januari 2022, nilai transaksi uang elektronik tumbuh 66,65% secara tahunan mencapai Rp 34,6 triliun. Sementara itu, nilai transaksi digital banking meningkat 62,82% secara tahunan menjadi Rp 4.314,3 triliun.
Merujuk pada data bank sentral, nilai transaksi pembayaran menggunakan ATM, kartu debet dan kartu kredit memang masih mengalami pertumbuhan, namun tidak sebesar transaksi digital. Transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, debet dan kredit tumbuh 14,39% yoy menjadi Rp 711,2 triliun. Selain itu, BI juga mencatat bahwa transaksi melalui QRIS terus meningkat sejalan dengan akseptasi masyarakat baik secara nominal maupun volume masing-masing 290% year on year (yoy) dan 326% yoy. Bank Indonesia terus mendorong inovasi sistem pembayaran serta menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran.
Melalui teknologi informasi revolusi industri 4.0 sejalan dengan revolusi bank 4.0, kebutuhan dan keinginan nasabah semakin beragam dan memiliki karakteristik unik, penerapan kualitas layanan berbasis elektronik (e-service quality) sangat penting disediakan setiap bank. Perbankan harus dapat mempertahankan kinerja yang baik dan memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pelayanan kepada pelanggan yang diharapkan, saat nasabah menggunakan layanan bank di masa depan. Bank dapat mengetahui sejauh mana kualitas layanan yang telah diberikan kepada pelanggan, sehingga dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan sehubungan dengan layanan bank kepada pelanggan di masa mendatang (Harahap et al., 2019).
Menyikapi perubahan perilaku masyarakat bertransaksi elektronik melalui sistem pembayaran digital, perbankan harus sudah mulai meninggalkan cara-cara lama dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabahnya. Walaupun perbankan sudah berupaya keras dalam melakukan penyediaan alat-alat transaksi untuk memuaskankan pelanggannya, seperti ATM, EDC, Debit Card, Credit Card, dan lainnya, hal tersebut tidak bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang cepat dan berubah.
Ditambah isu global menuju era metaverse. Tak bisa dipungkiri, hal ini akan berimbas pada sistem operasi perusahaan seperti sektor jasa perbankan pada saat ini, terjadinya perubahan dan perkembangan teknologi digital yang begitu cepat membentuk suatu model aktivitas baru. Hal ini akan semakin menguatkan penggunaan internet menjadi tren perilaku konsumen di masa depan.