Pembangunan ekonomi digital saat ini sedang digiatkan oleh banyak negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pertanyaan besarnya, bagaimana perkembangan ekonomi baru tersebut mampu mendukung distribusi kekayaan di negara-negara tersebut.
Paling tidak, itulah tema yang dibawa Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam pertemuan G20 Digital Ministers di Dusseldorf, Jerman, pada 6-8 April 2017. Pada pertemuan ini, Delegasi Indonesia memasukkan kearifan pola digitalisasi di Indonesia dalam tiga bidang utama, yaitu ekonomi berbagi (shared economy), digitalisasi angkatan kerja (workforce digitalisation), dan keuangan inklusif (financial inclusion) dengan tujuan untuk mampu memberikan ekosistem yang sesuai (common ecosystem) dalam proses digitalisasi.
Sebelumnya, seperti disampaikan oleh humas Kemenkominfo, delegasi Indonesia telah menyiapkan proposition paper yang naskahnya disusun bersama-sama dengan seluruh pelaku ekosistem ekonomi digital nasional. Pola digitalisasi ini diharapkan dapat menjadi Annexe dari deklarasi dan dapat menjadi dokumen yang berkelanjutan dengan masukan-masukan dari pola digitalisasi di negara-negara lainnya.
Intinya, Indonesia menyerukan agar G20 memfokuskan pada inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan melalui adaptasi dan implementasi yang cepat atas model bisnis dan kerangka kerja digital ekonomi.
Indonesia juga berbagi pengalaman dalam hal keberhasilan menyelenggarakan program-program inkubasi dan pengembangan beragam model bisnis ekonomi digital yang terbukti praktis, efektif, dan scalable untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan, melalui pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Ketimpangan Distribusi Kekayaan
Saat ini, negara-negara, baik yang sedang berkembang maupun yang telah maju, menghadapi permasalahan besarnya ketimpangan distribusi kekayaan. Hal ini terpancar dari GINI ratio negara-negara anggota G20, termasuk Indonesia. Hal yang memburuk dari distribusi kekayaan adalah angka pengangguran yang naik dan miskinnya kesempatan.
Sebagaimana diindikasikan oleh studi OECD, ketimpangan tersebut muncul karena distribusi kekayaan yang tidak tepat, yang merupakan isu bersama dari negara-negara G20.
Indonesia melihat digitalisasi berbagai kegiatan masyarakat menuju Ekonomi Digital merupakan kesempatan yang besar dan memiliki kekuatan untuk memberikan pengaruh kepada pemanfaatan peluang secara cepat dan massif kepada masyarakat luas. Ini diklaim mampu menjadi alat atau senjata yang ampuh untuk mengurangi ketimpangan distribusi kekayaan melalui pemanfaatan kesempatan yang nyata di lapangan.
Melalui apa yang sering disebut sebagai sharing economy busines model, digitalisasi bisnis di Indonesia telah menghasilkan semakin banyak orang berkesempatan menjadi bagian dari kemajuan yang dahulunya tidak memiliki kesempatan atau akses. Keberadaan layanan belanja daring, misalnya, membuat berkembangnya sektor-sektor baru yang dulunya stagnan karena kurangnya penggalakan informasi atau exposure. Digitalisasi UMKM yang telah berlangsung dalam beberapa tahun ini terbukti memberi manfaat dari sisi peningkatan pendapatan, contohnya adalah toko daring seperti Tokopedia dan Bukalapak .
Workforce digitalization telah memberikan kesempatan bagi siapa saja, termasuk perorangan, untuk memulai kesempatan usaha atau memiliki usaha sendiri. Hal ini salah satunya ditunjang berkat keberhasilan dari layanan transportasi yang memanfaatkan sistem menajemen pemesanan daring seperti Go-Jek, misalnya.
Penggalakan UMKM secara lebih luas untuk masuk ke digital juga dilakukan dalam kerja sama antara PT Pos Indonesia dan Nurbaya Initiatives. Pos Indonesia yang memiliki kekuatan kanal distribusi di seluruh Indonesia mendorong dirinya menjadi agen perubahan untuk mendorong UMKM go digital atau online.
Keuangan Inklusif di Indonesia telah mulai bergulir melalui produk-produk perbankan, seperti tabungan tanpa memerlukan buku tabungan. Namun, dengan mamanfaatkan nomor ponsel GSM dan didukung jasa agen untuk meningkatkan jangkauan bank ke masyarakat di pelosok. Inovasi pada bidang financial technology oleh Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) ini juga dilakukan untuk masyarakat melek digital (digital savvy) yang menginginkan kemudahan dan kecepatan, sebuah revolusi di bidang perbankan dengan proses digitalisasi.
Apakah Anda merasakan dampak nyata dari pembangunan ekonomi digital ini?