Paessler, perusahaan solusi monitoring IT menilai bahwa solusi monitoring bisa menjadi jembatan untuk kesenjangan keberlanjutan yang dimiliki pusat data. Hal ini menjadi hal yang krusial karena data center dikenal dengan konsumsi energinya yang besar.
Mengingat, data center memerlukan banyak energi untuk menjalankan peralatan IT, sistem pendingin, dan infrastruktur pendukung lainnya.
Semakin maraknya teknologi yang mengandalkan pengolahan data, seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML) telah mendorong permintaan energi yang lebih tinggi di pusat data.
Seiring dengan upaya berbagai perusahaan dalam melakukan transformasi digital melalui teknologi-teknologi tersebut, industri data center di Indonesia pun terus mengalami peningkatan.
BACA JUGA: Akuisisi ITPS AG, Paessler AG Pasarkan Fitur Baru
Volume pasar data center diperkirakan akan meningkat dari 0,65 ribu MW pada tahun 2024 menjadi 1,41 ribu MW pada tahun 2029. Hal ini menunjukkan pertumbuhan kumulatif tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) sebesar 16,92%.
Namun, tantangan muncul ketika organisasi-organisasi di Indonesia tertinggal dalam praktik keberlanjutan lingkungan mereka.
Felix Berndt, Director of Sales, APAC, Paessler, menyatakan bahwa solusi monitoring memainkan peran penting dalam memastikan operasional yang selalu tersedia dan dapat diandalkan, terutama untuk memastikan bahwa pusat data memenuhi kriteria keberlanjutan lingkungan.
Bisnis dan organisasi perlu mempertimbangkan untuk mengoptimalkan operasional mereka dengan menerapkan solusi monitoring yang mampu memantau visibilitas pada infrastruktur daya di fasilitas pusat data.
Hal ini memungkinkan pemantauan penggunaan dan permintaan suplai daya sehingga para operator dapat mengidentifikasi area yang dapat dioptimalkan.
“Lebih lanjut, solusi tersebut memudahkan optimalisasi sumber daya terbarukan dan integrasi yang mulus. Dengan visibilitas ini, perusahaan mampu membuat keputusan yang tepat dalam mengurangi konsumsi energi tanpa mengorbankan kinerja,” kata Berndt dalam siaran pers kepada Marketeers, Senin (24/6/2024).
BACA JUGA: Kembangkan AI, Apple dan Meta Berencana Jalin Kolaborasi
Laporan dari Paessler menyoroti bahwa 96% bisnis di Indonesia, termasuk pusat data yang mereka gunakan, merasa bahwa pemimpin perusahaan tidak tahu cara menerapkan praktik berkelanjutan, terutama di bidang IT.
Laporan ini juga mengungkapkan bahwa bisnis-bisnis di Indonesia, sama seperti di negara-negara ASEAN lainnya, masih menganggap keberlanjutan dan transformasi digital sebagai hal yang terpisah dan bukan sebagai strategi yang saling terkait.
Hambatan utama dalam mengadopsi praktik keberlanjutan lingkungan di Indonesia antara lain kurangnya pengetahuan teknis dalam perencanaan dan implementasi (58%), kurangnya kejelasan dari badan pengelola mengenai standar pelaporan (45%), tingginya biaya penerapan di dunia usaha (48%), dan kesulitan dalam menyeimbangkan metrik ESG dengan target pertumbuhan perusahaan (40%).
BACA JUGA: Percepat Transformasi Digital, Paessler Gandeng PATLITE
Temuan-temuan ini menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara prioritas keberlanjutan dan pelaksanaan praktik berkelanjutan oleh organisasi-organisasi di Indonesia.
Dengan memanfaatkan solusi pemantauan daya dan ketersediaan daya yang tepat, operator pusat data dapat mengoptimalkan efisiensi energi, mengurangi biaya operasional, dan memastikan keandalan operasional infrastruktur penting mereka.
Pendekatan holistik ini memungkinkan pusat data menjadi lebih berkelanjutan dan kokoh, sehingga dapat berkontribusi terhadap lanskap digital yang lebih ramah lingkungan dan andal.
Oleh karena itu, meningkatkan efisiensi energi di pusat data tidak hanya mengurangi biaya operasional tetapi juga dapat berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.
Editor: Eric Iskandarsjah