Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memberikan insight yang diperoleh dari partisipasinya dalam ITB Berlin Convention 2024, yang merupakan bagian dari acara penyelenggaraan ITB Berlin baru-baru ini. Dalam “The Weekly Brief With Sandi Uno” di Jakarta, dia mengungkapkan bahwa salah satu temuan menarik dari forum tersebut adalah fenomena “revenge travel”.
Revenge travel adalah fenomena saat wisatawan melakukan perjalanan secara masif sebagai respons terhadap pembatasan perjalanan yang diberlakukan selama periode tertentu, seperti pandemi COVID-19, untuk mengimbangi waktu yang hilang dan memenuhi keinginan untuk berlibur.
“Jadi kalau kita sempat terkena pandemi dan akhirnya banyak yang balas dendam untuk traveling di tahun 2022 atau 2023, tahun ini akan menurun drastis. Diproyeksikan perkembangan dan pola dari industri pariwisata akan kembali normal seperti sebelum pandemi,” kata Sandi, seperti dikutip dalam laman resmi Kemenparekraf, Selasa (19/3/2024).
Meskipun demikian, Menparekraf juga menyadari bahwa meski industri pariwisata diperkirakan kembali normal, tetap ada sejumlah tantangan yang dihadapi, termasuk isu-isu geopolitik, perlambatan ekonomi atau inflasi, dan juga masalah mengenai manajemen sumber daya manusia (staff shortage).
BACA JUGA: Sandiaga Uno Pastikan Sektor Parekraf Telah Pulih Signifikan
Selain itu, dari ITB Berlin Convention 2024 juga diperoleh insight mengenai penggunaan teknologi dalam industri pariwisata yang makin meningkat. Menurut data, sebanyak 38% wisatawan global berencana melakukan perjalanan wisata yang konsepnya once in a lifetime pada tahun 2024, sementara 77% akan melakukan planning, booking, dan dreaming secara digital.
“Industri pariwisata diperkirakan baru akan sepenuhnya pulih pada tahun 2025,” ujar Sandi.
Terkait pasar Tiongkok, Sandiaga mencatat sekitar 100 juta warga Tiongkok diproyeksikan siap melakukan perjalanan wisata jauh pada tahun ini, dengan wisata cruise menjadi salah satu pilihan yang diminati.
Namun, dia juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh Indonesia terkait kebijakan visa dan kuota penerbangan langsung untuk menarik lebih banyak wisatawan dari Tiongkok.
BACA JUGA: Bagaimana Community Membantu Pemasaran di Industry E-sport & Sport
“Digitalisasi ini sangat berdampak pada keputusan wisatawan untuk bepergian. Jadi ini luar biasa, sosial media juga bisa menjadi inspirasi utama. Maka destinasi juga sektor transportasi harus memperhatikan ini dengan baik,” ujar Sandi.
Selain itu, konvensi tersebut juga menyoroti potensi pengembangan wisata kuliner, mengingat banyaknya wisatawan yang menempatkan mencicipi kuliner lokal sebagai kegiatan utama di destinasi wisata.
“Data-data ini harus dapat kita manfaatkan. Kita harus menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, sebagai upaya untuk mengoptimalkan potensi pariwisata di Indonesia,” tutur Sandi.
Editor: Ranto Rajagukguk