Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong hilirisasi industri, khususnya untuk komoditas perkebunan. Komoditas perkebunan utama, seperti kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri potensinya masih sangat tinggi.
“Kementerian Perindustrian terus berupaya mengoptimalkan potensi komoditas perkebunan melalui hilirisasi industri yang mampu meningkatkan nilai tambahnya di dalam negeri,” kata Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Dia menjelaskan pada triwulan II 2022, industri agro mampu memberikan kontribusi sebesar 50,41% terhadap sektor industri pengolahan nonmigas. Begitu pula dengan pencapaian realisasi investasi baru yang berasal dari modal asing maupun dalam negeri yang pada periode tersebut meningkat hingga menyentuh angka Rp 36,52 triliun, jauh melampaui periode yang sama tahun sebelumnya.
Industri hasil perkebunan merupakan salah satu bagian dari industri agro yang pada semester I 2022 memiliki kinerja ekspor sebesar US$ 14,21 miliar atau 56,6% dari total ekspor industri agro yang mencapai US$ 25,12 miliar. Komoditas kelapa sawit dan minyak goreng merupakan produk ekspor utama Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit.
Komoditas kelapa sawit menjadi model hilirisasi industri yang mampu mendorong ekspor produk bernilai tambah hasil kegiatan usaha pengolahan di dalam negeri. Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan ekspor produk sawit mencapai hampir 89% dari komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri.
Dalam sepuluh tahun terakhir, seiring dengan digalakkannya hilirisasi industri berbasis kelapa sawit, terjadi penambahan pesat jenis produk hilir komoditas tersebut, dari 54 jenis produk pada 2011 menjadi 168 produk pada 2021.
“Ekspor komoditas ini juga mengalami pergeseran dari hulu ke hilir. Pada 2010, volume ekspor hulunya 60% dan hilirnya 40%, sedangkan 2021 ekspor produk hilir mendominasi hingga 90,73% dan hulunya 9,27% ,” kata Putu.
Putu menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam upaya hilirisasi kelapa sawit. Di antaranya perlunya revitalisasi teknologi produksi CPO dan kebijakan tata kelola pemenuhan kebutuhan produk hilir minyak sawit untuk alokasi dalam negeri dan ekspor, serta kendala tingginya input energi dan biaya logistik pada industri pengolahan minyak sawit khususnya yang berorientasi ekspor.
“Salah satu upaya yang perlu diambil untuk mengatasi tantangan tersebut adalah membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di lokasi perkebunan,” ucapnya.
Pada komoditas atsiri, Indonesia memiliki cukup potensi untuk mengembangkan komoditas tersebut. Dari 99 jenis atsiri, terdapat 40 jenis yang tumbuh di Indonesia. Sebanyak 17 jenis atsiri telah dibudidayakan dengan tujuh jenis di antaranya merupakan unggulan.
Demikian pula dengan komoditas kelapa yang cukup berlimpah di Indonesia. Namun begitu, hilirisasinya masih terbatas pada industri gula kelapa, industri minyak kelapa, industri sabut kelapa, dan industri kelapa terpadu dengan contoh hasil produknya berupa santan dan air kelapa kemasan.
“Salah satu tantangannya adalah produk hilir kelapa didominasi oleh produk intermediate yang bernilai tambah rendah. Karenanya, kami mendorong riset dan pengembangan industri pengolahan kelapa di dalam negeri agar menciptakan produk-produk baru,” kata Putu.
Sementara itu, di industri pengolahan rempah saat ini terdapat 182 industri bumbu masak dan penyedap masakan yang berkembang di Indonesia. Namun demikian, Indonesia masih berada di posisi 18 untuk eksportir bumbu di dunia.
Untuk itu, Kemenperin mengambil beberapa kebijakan untuk meningkatkan ekspor, di antaranya promosi program Spice Up the World dan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri.