Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melaporkan industri pengolahan nonmigas tumbuh tinggi pada kuartal III 2022, yaitu sebesar 4,83%. Realisasi itu meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,12%.
Dengan realisasi itu, hal tersebut menandakan aktivitas sektor manufaktur di Tanah Air terus menggeliat di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
BACA JUGA: Kampanye Danone-AQUA Dukung Pengurangan Sampah Plastik di Laut
“Alhamdulillah, pertumbuhan industri manufaktur pada triwulan III 2022 yang 4,83 persen juga lebih baik dibandingkan periode sebelumnya pada triwulan II 2022 yang mencapai 4,33 persen,” kata Agus Gumiwang dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Dia memberikan apresiasi kepada para pelaku industri di Indonesia yang masih bergairah di tengah lesunya perekonomian global. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui pelaksanaan berbagai program dan kebijakan strategis.
BACA JUGA: Bidik Pasar Ekspor, Kemenperin Promosikan Produk Industri Pertahanan
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas menjadi sektor yang konsisten dalam memberikan kontribusi paling besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Pada triwulan III 2022, sumbangsih sektor manufaktur mencapai 16,10%, naik dibanding triwulan II 2022 di angka 16,01%.
“Dengan adanya andil besar dari sektor industri manufaktur, ekonomi kita terus tumbuh positif, yang pada triwulan III 2002 mencapai 5,72%, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya (5,45%). Bahkan, naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu sekitar 3,51%. Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat dibanding negara-negara lain,” ujar Agus.
Adapun beberapa sektor industri yang mencatatkan kinerja pertumbuhan yang gemilang pada triwulan III 2022, antara lain industri logam dasar yang tumbuh sebesar 20,16%. Capaian itu didorong oleh peningkatan produksi besi dan baja serta naiknya permintaan dari luar negeri.
Selanjutnya, industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 17,67%, disusul industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik (12,56%), serta industri alat angkutan (10,26%).
“Pertumbuhan pesat di subsektor ini karena adanya kebijakan pemerintah meningkatkan permintaan domestik. Antara lain ketika kita melakukan relaksasi PPnBM, yang dampaknya luar biasa terhadap market, dan juga program P3DN yang turut mendorong penyerapan produk dalam negeri,” ujar Agus.
Berikutnya, subsektor industri yang terindikasi terdampak melemahnya perekonomian global, misalnya industri makanan dan minuman, industri kimia, farmasi dan obat tradisional, industri barang galian bukan logam, serta industri furnitur.
“Kita akan kembalikan lagi kinerjanya agar lebih baik. Melambatnya ini antara lain karena permintaan dari luar negeri terganggu karena tekanan ekonomi global, khususnya di Eropa. Selain itu inputnya yang cukup tinggi, berkaitan bahan baku baik ketersediaan maupun harga. Salah satunya karena menguatnya dolar Amerika Serikat,” tuturnya.