Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) sebagai organisasi non-profit meluncurkan Mentor Fellowship untuk mendorong ekosistem talenta digital di Indonesia. Inisiatif ini menjadi ruang bagi profesional teknologi untuk berjejaring (networking), sekaligus saling berbagi (sharing) hingga meningkatkan kapabilitas (leveling up) di Indonesia.
Mendukung agenda pemerintah dalam memperkuat ekonomi digital di Indonesia, YABB menjalankan misi untuk memastikan setiap orang Indonesia bisa berpartisipasi di dalam ekonomi digital. Organisasi ini juga ingin menjadikan Indonesia sebagai sumber kekuatan talenta digital.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, YABB sadar bahwa akselerasi transformasi talenta digital sangat diperlukan,” ungkap Monica Oudang, Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa dalam laporannya.
BACA JUGA: USAID, Amazon Web Services, dan Elitery Luncurkan Program “TALENTA”
Menurutnya, Indonesia butuh lebih banyak talenta digital yang menguasai keterampilan abad 21, tangguh, dan mampu beradaptasi menghadapi perkembangan teknologi yang pesat. “Melalui kekuatan gotong royong, YABB terus berupaya untuk menghasilkan solusi yang inovatif,” tambah Monica.
Salah satu solusi yang telah YABB laksanakan adalah program Generasi GIGIH. Program ini memberi kesempatan kepada generasi muda dengan beragam latar belakang untuk menjadi talenta muda Indonesia yang siap berkarier di sektor teknologi.
Dalam acara peluncuran ini, Monica juga berbagi pengalaman dalam menjalankan program pengembangan talenta digital selama dua tahun terakhir. “Kami mengidentifikasi pelajaran penting bahwa program Generasi GIGIH dan sejenisnya masih harus terus meningkatkan skala dampak yang dihasilkan agar mampu mengentaskan permasalahan kemampuan digital di Indonesia,” ujarnya.
BACA JUGA: Revolusi Data di Era Digital: Mengenal Konsep Big Data
Monica menyebut persoalan ini dengan istilah digital stunting. Kondisi ini pula yang mendorong YABB meluncurkan Mentor Fellowship.Di sisi lain, talenta teknologi pada tahun 2023 dan seterusnya masih sangat dibutuhkan oleh berbagai lini industri.
Kebutuhan ini berlanjut karena meningkatnya peranan dan perkembangan teknologi, namun kemajuan ini perlu diimbangi dengan kemampuan manusia dalam beradaptasi hingga mengoperasikan teknologi itu sendiri.
Menjawab tantangan tersebut, budaya mentoring dinilai tepat untuk mengisi kesenjangan kemampuan dengan perkembangan teknologi untuk mencetak para talenta teknologi yang bisa mengetahui, mengoperasikan, hingga menciptakan solusi inovatif.
Hingga hari peluncuran, sebanyak 212 mentor fellows yang berasal dari berbagai perusahaan di Indonesia, Singapura, dan India telah bergabung ke dalam inisiatif Mentor Fellowship.
Para mentor akan dibekali berbagai materi soft skills–facilitating skill dan mentoring skill yang disusun oleh pakar di industri, sehingga siap untuk menjalankan transformational mentorship yang dapat memberikan manfaat besar bagi para mentor dan mentees.