Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga gaya hidup, kehidupan sosial, politik, bahkan perekonomian dunia. Sejak awal tahun, dunia berlomba-lomba beradaptasi dengan virus. Tujuannya agar dampak yang dirasakan tidak terlalu besar.
Proses adaptasi ini juga dilakukan oleh para pebisnis di seluruh belahan dunia. Pandemi memberikan dampak yang besar terhadap lanskap perekonomian. Kini, kondisi pasar dipenuhi ketidakpastian. Baik pelaku bisnis dan konsumen masih bertanya-tanya kapan kondisi ini akan berakhir? Kapan kehidupan akan kembali normal? Pertanyaan-pertanyaan sejenis ini terus bergulir seiring dengan kondisi buruk yang diakibatkan oleh pandemi. Akhirnya, tumbuh rasa pesimistis pada pelaku bisnis, terutama yang industrinya mendapatkan badai besar akibat penyebaran virus.
“Saat ini ada industri yang sedang storming (turun) dan windfall (tumbuh), Tapi ada juga yang berdiri di tengah-tengah. Namun pada dasarnya semua sama, yaitu harus beradaptasi. Yang sedang turun harus optimistis untuk tumbuh dengan adaptasi yang tepat, yang tumbuh pun harus menyusun strategi adaptasi yang baik untuk mempertahankan diri,” kata Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus Inc. dalam gelaran webinar SPA 2020 Series: The Final Chapter, Selasa (06/10/2020).
Menurutnya, adaptasi bisa dimulai dengan melihat kondisi pasar secara cermat, Pada tahun ini, fear atau ketakutan menjadi perasaan paling besar yang memengaruhi kondisi pasar. Namun pada tahun depan, tumbuh harapan (hope) terhadap kondisi yang dipercaya akan membaik.
Dari sini, pebisnis bisa mengambil langkah adaptasi. Setiap krisis, selain threat, pasti ada opportunity yang bisa dimanfaatkan. Hermawan menegaskan di tengah perasaan ketakutan yang menyelimuti, pebisnis tidak boleh ikut-ikutan pesimis. Mereka justru harus mencari celah untuk tetap tumbuh.
“Persaingan ini tidak ada habisnya karena saat Anda menyerah, orang lain akan melihat celah itu untuk mengalahkan anda. Jadi, terus gali peluang untuk terus tumbuh meskipun kondisi industri mengatakan yang sebaliknya,” lanjutnya.
Dalam penyusunan strategi ini, Hermawan memberikan konsep SPA 2020, yaitu Surviving, Preparing, dan Actualizing yang dibagi dalam tiga kurtal penangangan pandemi. Memasuki kuartal kempat tahun 2020, konsep ini memasuki fase Actualizing, di mana pebisnis harus memaksimalkan strategi adaptasinya dan mewujudkan near cash dengan tujuan menjaga keberlangsungan usaha.
“Diperlukan cara berpikir baru yang lebih kreatif dan inovatif untuk mendapatkan momentum near cash ini. Pelaku bisnis harus menyadari adanya lima drivers, yaitu recovery, more optimistic, for humanity, rebound, dan regional,” paparnya.
Sejumlah perusahaan di Indonesia bisa dibilang telah berhasil merebut momentum near cash ini melalui cara berpikir yang out of the box, namun tidak dilakukan dengan asal-asalan. Contohnya dari industri yang sedang storming adalah yang dilakukan Wijaya Karya Bangungan Gedung (WEGE). Perusahaan ini sebelumnya hanya dikenal sebagai penyedia material untuk pembangunan infrastruktur. Namun di masa pandemi, WEGE melihat peluang proyek pembangunan pusat karantina dan rumah sakit khusus COVID-19 di Pulau Galang. Lewat peluang tersebut, WEGE ikut berperan dalam proses pembangunan, bahkan berhasil memamerkan kemampuan untuk membangun gedung menggunakan teknologi modular sehingga mampu menyelesaikan fasilitas rumah sakit ini dalam delapan hari.
Contoh lain hadir dari merek kendaraan berat Mitsubishi Fuso. Di masa pandemi, Mitsubishi Fuso memanfaatkan momentum digitalisasi dengan membuka official store di e-commerce untuk melayani penjualan, diskusi, dan skema pembayaran kendaraan beratnya. Inovasi ini berhasil mengantarkan Mitsubishi Fuso sebagai pemain pertama di industri yang melakukan pendekatan ini. Hasilnya integritas merek berhasil terbangun, bahkan berhasil memberikan experience baru kepada pelanggannya.
“Kuncinya adalah jangan pesimis. Manfaatkan peluang-peluang yang terbuka, termasuk perasaan pesimis dari kompetitor. Saat mereka pesimis dan tidak beradaptasi, celah yang terbuka untuk tumbuh semakin lebar jika Anda tidak menjadi bagian yang ikut termakan rasa takut,” tutup Hermawan.
Editor: Ramadhan Triwijanarko