Banyak pemasar yang mungkin masih bingung untuk menentukan berapa besaran anggaran pemasaran atau marketing budget yang ideal. Lantas, bagaimana menentukan angka yang ideal untuk sebuah anggaran pemasaran?
Di kalangan pemasar, ada satu magic number dalam menentukan anggaran ini, yakni 11% dari revenue perusahaan adalah anggaran pemasaran. Magic number ini sejalan dengan temuan lembaga riset global Gartner yang melakukan studi ke ratusan chief marketing officer (CMO) di seluruh dunia dari tahun ke tahun.
Studi menemukan, anggaran pemasaran dari para CMO tersebut berada di sekitar 11%. Meski, angka ini sempat turun pada tahun 2021 akibat adanya pandemi COVID-19. Dari temuan ini, bisa disimpulkan bahwa angka 11% cukup valid tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia dan konsisten dipakai oleh pemasar dari berbagai industri.
Dari angka ini, apa yang memengaruhi variasi dari marketing budget dari perusahaan? Ada variabel apa saja di dalam perhitungannya?
“Biasanya ada empat komponen yang masuk ke bagian dari anggaran pemasaran, yakni biaya advertising dan communications, termasuk di antaranya untuk aktivitas branding, komunikasi pemasaran untuk hard selling. Lalu biaya membentuk dan mengelola organisasi pemasaran yang harus dibayarkan gajinya setiap bulan. Ketiga adalah biaya penggunaan teknologi marketing,” jelas Iwan Setiawan, CEO Marketeers dalam program Analisis di Marketeers TV.
Elemen keempat pembentuk anggaran pemasaran adalah biaya sales & distribution. Biasanya, biaya ini dimasukkan ke dalam perhitungan namun ada pula perusahaan yang memisahkannya ke biaya tersendiri. Bagi mereka yang memisahkan biaya sales & distribution dari anggaran pemasaran, beranggapan bahwa marketing hanya sebatas komunikasi sementara sales sifatnya mendorong penjualan.
Lantas bagaimana kita mengalokasikan angka 11% ini ke berbagai aktivitas pemsaran? Iwan yang telah berpengalaman lebih dari 15 tahun sebagai konsultan pemasaran ini membagi angaran ke dalam dua jenis aktivitas.
Pertama, marketing yang sifatnya untuk menarik atau menciptakan demand (demand creation). Pemasaran ini biasanya gencar berkomunikasi membangun merek agar orang tertarik membeli produk kita. Kedua, pemasaran yang sifatnya mendorong agar terjadinya penjualan langsung. Antara pull marketing dan push marketing ini dibagi sama rata 50%.
Meski begitu, ada berbagai variasi yang bisa dilakukan. Misalnya, untuk produk yang membutuhkan availability tinggi, maka biasanya angka untuk push marketing bisa mencapai 70%. Atau, bisa saja pull marketing lebih mendapatkan porsi lebih. Yakni, ketika reputasi dari produk layanan lebih penting sehingga perusahaan harus membangun merek agar mendapatkan hati pelangan.
“Apabila kategori produk Anda low engagement, artinya konsumen tidak terlalu banyak memilih yang penting mudah dijangkau dan bisa ditemui di mana-mana, maka fokuslah pada push marketing. Namun, ketika konsumen mencari produk yang memiliki reputasi bagus, maka produk Anda masuk ke dalam kategori high engagement yang harus lebih fokus ke pull marketing,” tutup Iwan.
Selengkapnya, simak program Analisis bersama Iwan Setiawan, hanya di Marketeers TV: