Merebut Hati Konsumen dan Investor ala Information Tech Startup

marketeers article
36167976 portrait of young businessman text messaging on mobile phone in office

Teknologi internet telah mengubah pola masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Terlebih dengan hadirnya para tech startup, informasi yang beredar semakin mudah dan cepat diakses. Informasi yang didapatkan pun tidak lagi satu arah, sebab masyarakat juga bisa mendapatkan informasi dari sesama pengguna aplikasi tersebut, atau yang umum disebut dengan sharing information.

Misal, pengguna ingin mengetahui informasi terkait sebuah restoran atau produk kecantikan. Selain ada informasi resmi yang ditulis oleh pembuat konten, masyarakat juga bisa menggali informasi lebih dalam melalui review yang ditulis oleh sesama pengguna. Hal seperti ini amat jamak ditemukan saat ini dalam tiap platform informasi.

Salah satu contoh tech startup yang menerapkan sharing information adalah Female Daily. Seperti namanya, Female Daily fokus pada kalangan wanita, khususnya untuk beauty platform. Saat ini tercatat sudah ada 20.000 produk dan angka review-nya mencapai lebih dari 200.000 kali.

”Sebelum membeli, perempuan pasti ingin melihat review terlebih dahulu. Platform kami menawarkan filter review mulai dari umur, jenis kulit, hingga bujet yang dianggarkan. Jadi kami memiliki konsumen data yang banyak sekali,” kata CEO Female Daily Hanifa Ambadar.

Female Daily berawal dari sebuah blog kecantikan milik Hanifa yang berdiri pada pertengahan era 2000an. Sampai tahun 2017 ini, Female Daily menjadi salah satu komunitas wanita terbesar di Indonesia. Tidak hanya membahas tentang produk kecantikan dan fesyen saja, saat ini Female Daily juga membahas tentang tips parenting.

“Kami ingin pengguna related dengan para editor kami. Kami fokus di beauty dan ada komunitasnya juga. Hal ini tidak ditemukan di media lain,” tambahnya.

Kehadiran Female Daily tidak lepas dari keinginan Hanifa untuk membangun brand Female Daily yang relevan dengan kehidupan wanita Indonesia masa kini. Sebagai sebuah media dan juga komunitas, Female Daily memberikan aturan yang tegas terkait produk-produk yang di-review di platform Female Daily. “Kami benar-benar membahas beauty product, kalau barangnya jelek, ya, kami bilang jelek. Kami selalu nyebut produk,” ujarnya.

Selain Female Daily, ada juga startup Goers yang banyak bermain di event listing dan information. Goers didirikan oleh Sammy Ramadhan pada tahun 2015. Kala itu Sammy yang baru menyelesaikan masa studinya di luar negeri melihat ada perbedaan mencolok tentang bagaimana orang mendapatkan informasi terkait event.

“Di luar negeri untuk mendapatkan informasi tentang event itu gampang. Promosi juga banyak di jalanan, di kereta, atau pinggir jalan. Di Jakarta, kita harus bertanya ke teman. Dan kurang berani untuk lakukan aktivitas secara spontan, karena macet. Sebelum berangkat mereka sudah nge-plan mau ke mana. Dari situ saya lihat ada kesempatan,” terang Sammy selaku CEO Goers.

Goers memberikan beragam informasi terkait event dan aktivitas yang bisa dilakukan oleh setiap penggunanya. Saat ini Goers memiliki fitur Yuk Pergi Button yang akan melakukan analisis demi mendapatkan event yang sesuai dengan personalisasi dari pengguna.

“Selain fitur Yuk Pergi, sekarang ada fitur send ticket yang bisa langsung dikirim oleh pengguna kami kepada rekan-rekannya tanpa harus mengunduh terlebih dahulu aplikasi Goers.”

Hadirnya beragam aplikasi sejenis membuat Goers harus membangun diferensiasi agar tidak ketinggalan dari para kompetitor. Selain fitur dan jangkauan kota yang semakin meluas, salah satu pembeda Goers adalah produk desain yang digarap secara serius. Saat ini Goers lebih banyak menampilkan konten berupa foto daripada berbentuk flyer.

“Kami ada bisnis B2B juga yang menjadi wadah end to end solution. Sekarang sudah banyak aplikasi seperti ini. Jadi yang terpenting bagi kami adalah servis dan Inovasi teknologi,” ungkap Sammy.

Layanan sejenis Goers memang sudah merambah di Indonesia. Beberapa startup sejenis antara lain Go-Tix, BookMyShow, dan Sindhen. Mirip dengan Goers, Sindhen tampil dengan layanan dan produk yang lebih segmented. Sindhen bermain dalam ranah club dan nightlife.

Russel Cameron, CEO Sindhen menilai bahwa tren nightlife dan festival di Indonesia sedang panas-panasnya. Tahun 2017 ini beberapa promotor event skala internasional rela memboyong festivalnya untuk diadakan di Indonesia.

“Para promotor ini melihat suksesnya beragam festival musik di Indonesia seperti Djakarta Warehouse Project dan Java Jazz Festival. Selain itu juga didorong dengan pertumbuhan kelas menengah dengan spending power yang lumayan besar,” ungkap Russel.

Hal ini yang membuat Sindhen fokus menggarap konten informasi terkait event nightlife dan festival. Informasi dihadirkan Sindhen untuk wilayah di Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya. Platform ini juga melayani bila pengguna ingin membeli tiket dan melakukan reservasi meja.

“Kami awalnya sangat segmented. Platform kami bisa tumbuh dengan steady tanpa banyak mengeluarkan dana untuk marketing. Konten marketing kami saat ini lebih banyak tentang konten artikel dan video,” ujar Russel.

Russel beralasan bahwa dana investasi yang mereka dapatkan tidak akan cukup bila banyak bermain pada ranah marketing digital. Karenanya, dia menyiasati dengan menghadirkan konten yang unik dan relevan dengan para penikmat kehidupan malam.

Selain tentang event dan produk, masyarakat Indonesia juga gemar mencari informasi terkait kuliner melalui aplikasi. Alasan ini yang membuat Qraved hadir di Indonesia mulai tahun 2013. Qraved menawarkan beragam informasi terkait kuliner di beberapa kota. Selain itu, pengguna juga bisa melakukan booking secara online, sembari melihat beragam konten foto terkait dengan kuliner tersebut, dan menuliskan review yang bisa dibagikan kepada sesama pengguna Qraved lainnya.

“Fokus utama kali adalah membuat life is tasty. Makanan adalah alat paling baik untuk segala emosi manusia. Kami mengumpulkan segala konten tentang makanan. Fitur kami amat personal dan terbuka. Intinya kami ingin membuat semuanya menjadi mudah ketika mencari makanan,” ungkap Steven Kim, Co-founder dan CEO Qraved.

Steven menilai bahwa kehadiran Qraved untuk membantu dari sisi konsumen dan merchant partner. Dari sisi merchant, Qraved bisa memberikan masukan dan data terkait apa yang menjadi tren kuliner saat ini. Sementara dari sisi pengguna, Qraved bisa memberikan informasi terkait restoran dan makanan yang diinginkan oleh pengguna.

“Sekarang orang lihat makanan di Instagram dan langsung mau coba. Konsumen Indonesia saat ini tetap sosial dan lebih berani dalam mencoba hal-hal yang baru,” jelas Steven.

Menatap Kesempatan Scale Up

Keempat tech startup itu hanya sebagian contoh dari beberapa startup yang bergelut pada sektor informasi. Keempat startup ini terbilang masih pada kelas menengah. Beberapa sudah ada yang mendapatkan pendanaan seri A dan B, dan beberapa lainnya sedang berusaha mendapatkan pendanaan seri selanjutnya agar bisa mengembangkan portofolio bisnisnya.

Saat ini Female Daily sudah mendapatkan pendanaan seri A dari beberapa investor seperti Convergence Ventures, Ideosource, dan Sinar Mas Digital Ventures. Pada 2014 lalu, Female Daily mendapatkan pendanaan seri A sebesar US$ 1 juta yang dipimpin oleh Ideosource.

Sementara, Goers sudah mendapatkan pendanaan dari beberapa investor seperti Mahaka Media, MDI Ventures, Angel Investor, dan Mahanusa Capital dengan nilai investasi yang tidak dicantumkan. Sindhen saat ini baru mendapatkan pendanaan pre-seeds dari Angel Investor, juga dengan nilai investasi yang tidak dicantumkan.

Sedangkan Qraved sudah berhasil meraih pendanaan seri B pada 2015 lalu senilai US$ 8 juta. Pendanaan seri B ini berasal dari Richmond Global Ventures dan Gobi Partners. Selain dua investor ini, Qraved juga telah mendapatkan pendanaan dari Convergence Ventures, M&Y Growth Partners, Rebright Partners, dan 500 Startups.

Pendanaan itu tentunya untuk melakukan scale up terhadap bisnis yang sedang mereka jalankan. Saat ini mereka tengah berupaya untuk melakukan monetisasi terhadap bisnis ini.

Hanifa misalnya, tengah berupaya mencari cara baru untuk menghasilkan profit. “Selama ini Female Daily melakukan monetize melalui iklan. Tapi menurut saya ini masih kurang. Kami ingin mencoba melakukan monetisasi melalui pengguna kami,” ujarnya.

Salah satu upaya yang akan dilakukan agar terus bertahan adalah mengoptimalkan pengguna Female Daily. Database pengguna yang dimiliki oleh Female Daily nantinya akan dikoneksikan ke brand untuk didulang menjadi rupiah. “Kami ingin tahu pengguna kami membeli produknya di mana. Kalau mereka mengunggah struk belanjanya bisa menjadi sebuah program loyalitas buat pengguna kami,” katanya.

Sementara, Goers sedang berusaha menghadapi pemain besar seperti Go-Tix dan BookMyShow, yang sudah memiliki nama besar. Karenanya, Goers bakal menguatkan bisnis B2B yang dimilikinya saat ini dan memperluas jangkauan bisnis dari Goers. “Kami mau menjadi salah satu unicorn. Sehingga kalau mau Initial Public Offering (IPO) jadi mudah dan diakuisisi pun dapat harga yang menarik. Kami mau jadi biggest player di Indonesia,” tegas Sammy.

Sindhen pun memiliki misi serupa, meskipun saat ini sudah ada tawaran dari beberapa perusahaan untuk melakukan merger. Namun tawaran tersebut mereka tolak lantaran tidak memiliki visi yang sama.

Selain mengoptimalkan bisnis B2B, Sindhen juga akan mengeluarkan layanan software as a services dan product tools untuk event. Selain itu, Sindhen juga berambisi mendapatkan 50.000 user dan mengadakan dua festival musik dalam satu tahun. “Salah satu strateginya dengan menguatkan bisnis ticketing, venue, dan booking table,” terang Russel.

Sementara Qraved memiliki agenda lain. Steven menjelaskan, saat ini Qraved berupaya untuk bisa diandalkan bagi para penggunanya di Indonesia dan melebarkan sayap bisnisnya di kota-kota lain. Salah satunya upayanya adalah dengan mengoptimalkan fitur personalisasi yang saat ini sudah diluncurkan oleh Qraved.

“Kompetitor kami itu global company, tapi mereka tidak fokus di pasar Indonesia saja. Kami beruntung bisa fokus pada pasar Indonesia dengan mengoptimalkan user experience dan personalization,” ungkap Steven.

Nah melihat strategi yang dimiliki oleh para startup ini, tentunya mereka memiliki kesamaan bahwa mereka belum menyerah dengan pasar Indonesia. Walaupun saat ini investor-investor besar banyak menanamkan uangnya di startup kelas atas, mereka memiliki optimisme bahwa model bisnis yang mereka jalankan saat ini bisa berhasil dan mendatangkan uang. Menjadi unicorn memang penting. Namun, hal itu tidak akan terwujud jika para pemain itu tidak bisa menjadi bagian dari solusi permasalahan masyarakat.

Related