Indonesia telah membuat pencapaian yang signifikan di bidang ketahanan pangan pada sepuluh tahun terakhir berdasarkan laporan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas-FSVA) yang diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia dengan World Food Programme (WFP). Ketahanan pangan meningkat di sebagian besar 398 kabupaten di Indonesia. Peta FSVA 2015 baru saja diluncurkan di Jakarta oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Direktur Eksekutif WFP Ertharin Cousin.
Berdasarkan peta tersebut, sebanyak 15% kabupaten di Indonesia saat ini masuk dalam kategori “rentan terhadap kerawanan pangan”. Angka ini telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu sebesar 22%. Kabupaten yang paling rentan terhadap kerawanan pangan semuanya berada di provinsi Papua yang mana rata-rata angka kemiskinan lebih dari 25%.
Sejak peta pertama diluncurkan pada tahun 2005, angka kemiskinan telah berkurang sehingga meningkatkan akses terhadap pangan bagi sebagian besar rumah tangga di Indonesia. Pada saat yang sama, banyak rumah tangga telah memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan, listrik, dan jalan yang telah menjangkau wilayah yang lebih luas.
“Pemerintah bersama rakyat telah mampu mengurangi daerah rawan pangan di Tanah Air. Namun, belum berhasil mengurangi persoalan fundamental yang dihadapi konsumen dan para petani, yaitu fluktuasi harga pangan dan sempitnya penguasaan lahan petani,” kata Presiden Jokowi seperti yang tertulis dalam peta tersebut.
Jokowi mengatakan, Peta FSVA Nasional 2015 ini menjadi rujukan bagi pemerintah untuk memprioritaskan sumber daya guna mengatasi isu-isu penting kerawanan pangan secara komprehensif di masa depan. Dari hasil laporan ini, Indonesia bisa berbangga hati karena telah mencapai tujuan pembangunan milenium. Tujuan tersebut berisikan misi untuk mengurangi setengah dari jumlah penduduk yang hidup dalam kelaparan dan kemiskinan ekstrim.
“Dengan adanya komitmen dari pemerintah, Indonesia dapat bangkit menjawab tantangan selanjutnya. Tantangan tersebut berupa misi untuk menjamin masa depan ketahanan pangan. Hal tersebut berarti setiap warga negara dapat menikmati pangan yang sehat dan berimbang,” ujar Cousin dalam keterangan persnya.
Di lain sisi, peta tersebut juga memberikan catatan tentang kesenjangan pendapatan, kondisi infrastruktur, kejadian bencana alam, dan perubahan iklim. Semua ini akan terus menjadi tantangan bagi terwujudnya ketahanan pangan di Indonesia. Satu lagi, permasalahan malnutrisi juga terus menjadi tantangan bagi Indonesia. Menurut data, lebih dari sepertiga anak usia di bawah lima tahun (balita) mengalami stunting – terlalu pendek untuk usia mereka.
Angka stunting ini tidak menunjukkan perbaikan sejak tahun 2010. Hal ini dapat berdampak pada status kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa mendatang. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan jumlah orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, yang oleh para ahli gizi disebut sebagai “beban ganda”.
Kembali ke persoalan ketahanan pangan, pemerintah Indonesia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Hal tersebut tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Dalam hal ini, WFP telah mendukung Pemerintah Indonesia. Khususnya, dalam hal penyusunan peta sejak tahun 2002. Peta Kerawanan Pangan Indonesia yang pertama (Food Insecurity Atlas-FIA) diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia dan WFP pada tahun 2005.