Kita telah menemukan mereka di lautan dan sungai. Di dalam makanan yang kita makan maupun pada air yang kita minum. Dan kini, berkat tim ilmuwan Austria, kita menemukan mikroplastik di dalam diri kita.
Menurut penelitian terbaru dari Austrian Environment Agency dan Universitas Wina, yang menganalisis sampel tinja individu dari delapan negara, termasuk Inggris, menemukan bahwa mikroplastik kini telah berpindah ke bagian paling atas dari rantai makanan.
Meskipun penelitian ini diakui diambil dari ukuran sampel yang kecil, studi yang dipublikasikan minggu lalu itu memberikan bukti bahwa untuk pertama kalinya, mikroplastik terdeteksi pada manusia.
Setiap sampel yang diperiksa dalam penelitian ini mengandung mikroplastik. Dalam beberapa kasus, sembilan jenis plastik yang berbeda ditemukan hanya dalam satu sampel. Rata-rata, para peneliti menemukan 20 partikel mikroplastik per 10 gram kotoran manusia.
Temuan ini pun disajikan dalam pertemuan tahunan Gastroenterologi Eropa. Dalam kesempatan itu, Dr Philipp Schwabl mengatakan, “Ini adalah penelitian pertama yang menegaskan apa yang telah lama kami duga. Plastik akhirnya mencapai usus manusia.”
Keberadaan mikroplastik dalam tubuh manusia telah lama diyakini kebenarannya oleh para ahli. Penelitian sebelumnya menyebut bahwa orang Eropa menelan sebanyak 11 ribu potongan plastik kecil per tahun. Akan tetapi, apakah partikel-partikel kecil ini, yang menurut definisi harus berukuran kurang dari 5 mm, sebenarnya telah ada sejak lama namun memang tidak terdokumentasi?
Yang menjadi was-was para peneliti adalah adanya mikroplastik di dalam tubuh manusia disinyalir dapat menyebabkan masalah kesehatan dan kesuburan. Kecanduan manusia terhadap plastik selama ini mengerucut pada awal kehancuran manusia yang benar-benar bisa terjadi.
Para ahli khawatir kehadiran mikroplastik di dalam tubuh dapat merusak sistem kekebalan tubuh, memicu peradangan, dan dapat membantu membawa racun seperti merkuri atau pestisida. Pada mamalia laut seperti ikan paus misalnya, plastik diyakini merusak kesuburan.
Sayangnya, solusi untuk tidak lagi mendayagunakan plastik tidak sesederhana yang dipikirkan. Sebab, setiap kehidupan manusia sudah dijamah oleh plastik. Mereka telah meresap di setiap aspek kehidupan modern manusia.
“Benar-benar mengkhawatirkan,” kata Profesor Jamie Woodward dari departemen geografi Universitas Manchester yang awal tahun ini memimpin studi tentang prevalensi mikroplastik di sungai-sungai yang mengalir ke kota.
“Plastik ada di mana-mana dan semuanya meresap. Beberapa ahli biologi telah menyarankan mereka bisa masuk ke aliran darah dan bergerak di sekitar tubuh dan juga menjadi vektor untuk mengangkut kontaminan dan polutan lainnya. Kami masih membutuhkan penelitian dasar tentang dampak mikroplastik itu,” terang dia.
Tentu saja, usus manusia hanyalah tempat penyimpanan mikroplastik terakhir yang harus dikonfirmasi. Secara global, sekitar 8,3 miliar ton plastik telah dibuat sejak produksi massal dimulai pada tahun1950-an. Sekira 80% di antaranya telah terakumulasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau lingkungan alam, di mana itu akan memakan waktu lebih dari seribu tahun untuk terdegradasi.
Triliunan mikroplastik telah ditemukan muncul di lautan, ikan, keran, air minum dalam kemasan, dan bahkan pada garam. Para ilmuwan baru-baru ini menguji 39 merek garam yang berbeda dari 16 negara dan menemukan bahwa mayoritas atau sekitar 90% garam mengandung mikroplastik.
Ada risiko yang dirasakan dari hormon ketika bahan kimia pada mikroplastik “bocor” keluar dan masuk ke dalam tubuh manusia. Peneliti telah berusaha untuk menghubungkan bahan kimia endokrin dalam plastik dengan meningkatnya kanker payudara dan menurunnya jumlah sperma laki-laki. Sementara itu, mikroplastik juga telah ditemukan dalam plasenta seorang ibu.
Profesor Sally Davies, Kepala Petugas Medis, memperingatkan dalam laporan tahunannya tentang potensi bahaya manusia menelan mikroplastik. Baik dengan menghirupnya atau makan makanan yang terkontaminasi plastik. “Konsekuensi manusia terpapar mikroplastik ini sebagian besar tidak terrekam,” kata Dame Sally. “Tidak diketahui apakah penyerapan mikroplastik sudah seakut itu atau belum. Namun demikian, beban plastik di lingkungan tidak boleh meningkat.”
Ikan
Jalur yang jelas bagi mikroplastik untuk menjangkau usus manusia adalah melalui ikan. Bulan lalu, tim peneliti dari Natural History Museum dan Universitas Royal Holloway merilis hasil penelitian yang mengungkapkan lebih dari seperempat ikan yang diuji di Thames Estuary telah menelan mikroplastik.
Bahkan, dua dari delapan subjek yang diuji dalam studi Austria menemukan mikroplastik pada manusia yang tidak mengonsumsi ikan apa pun selama seminggu ketika penelitian berlangsung.
“Saya tidak benar-benar terkejut,” kata Alex McGoran, seorang peneliti yang berpartisipasi dalam proyek Thames. “Anda akan menyadari betapa melimpahnya mikroplastik. Ada banyak sekali sumber plastik. Mereka ada di udara, di sekitar kita, dan di pakaian sintetis kita.
Banyak penelitian saat ini tengah menggali efek kesehatan jangka panjang dari kecanduan manusia terhadap plastik. Salah satunya, studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang awal tahun ini meluncurkan ulasan mengenai kontaminasi plastik pada air minum dalam kemasan (AMDK). Hasilnya, mikroplastik ditemukan pada sampel dari 11 merek AMDK yang berbeda di sembilan negara.
Para ilmuwan juga tetap prihatin tentang dampak kesehatan manusia yang disebut nanoplastik, atau partikel tak terlihat ketika mikroplastik akhirnya terdegradasi. Khawatirnya, plastik terkecil ini dapat menembus sel dan berpindah ke jaringan dan organ. Meskipun sekali lagi, penelitian akan hal tersebut masih amat kurang.
Semua penjelasan di atas seakan menyiratkan bahwa mikroplastik yang awalnya dipuja-puja sebagai penemuan paling penting dunia yang patut disyukuri, pada akhirnya membunuh sang pembuatnya sendiri, yaitu para manusia. Sungguh mengenaskan.
Editor: Sigit Kurniawan