Misperception Terhadap Orang Marketing

profile photo reporter Taufik
Taufik
12 Juli 2024
marketeers article
Ilustrasi memandang konsumen (Sumber: 123RF)

Oleh Taufik, Deputy Chairman MCorp & Sec Gen IMA

Sebelum berkesempatan menulis buku bersama Philip Kotler, salah satu tokoh marketing lain yang dikenal Hermawan Kartajaya adalah Al Ries.

Kalau Philip Kotler dikenal sebagai “The Father of Modern Marketing”, maka Al Ries adalah “The Father of Positioning”. Proses membangun kampanye mengenai arti penting “Positioning” dimulai pada tahun 1963. Kampanye ini digaungkannya saat ia mulai mendirikan Ries, perusahaan consulting dengan spesialisasi positioning.

Agar kampanyenya bisa berhasil dengan baik, Al Ries kemudian menulis sejumlah buku terkait dengan positioning. Di sejumlah buku dan tulisan, Al Ries sering berkata bahwa keberhasilan membangun positioning terkait dengan keberhasilan membangun persepsi di benak konsumen.

Yang menarik, berbagai kalimat terkait dengan membangun persepsi kemudian menjadi quote terkenal bagi orang marketing dan kemudian menjadi semacam panduan bagi orang marketing.

Misalnya adalah “marketing is a battle of perceptions, not products,” yang ada di buku The 22 Immutable Laws of Marketing. Quote ini kemudian menjadi semacam panduan cara kerja orang marketing.

Hanya saja dari buku yang sama juga muncul quote terkenal lainnya, yaitu “The only reality you can be sure about is in your own perceptions. If the universe exists, it exists inside your own mind and the minds of others.”

Yang menarik, quote terakhir ini seperti boomerang bagi banyak orang marketing di mata orang-orang dari bagian lain di perusahaan atau orang-orang yang tidak bekerja di bagian marketing.

Persepsi orang-orang bukan dari bagian marketing terhadap orang-orang marketing adalah orang yang membuang-buang uang secara tidak efisien. Sampai-sampai budget besar terkait dengan marketing bisa dianggap sebagai indikator adanya inefisiensi di perusahaan!

BACA JUGA: Somethinc Perkuat Brand Positioning sebagai Jawara Serum di Indonesia

Inilah yang terjadi beberapa tahun lalu. Salah satu bank besar di Indonesia pada tahun 2012 disebut oleh pimpinan otoritas yang mengawasi industri keuangan di Indonesia melakukan inefisiensi dalam praktek marketing karena memiliki budget marketing yang lebih besar dibandingkan dengan pesaing terdekatnya.

Di sisi lain, otoritas yang kebetulan sangat peduli dengan stabilitas sektor keuangan melihat pesaing terdekat bank tersebut mempunyai laba yang lebih besar, baik secara nominal maupun secara rasio keuangan yang umum dipakai sektor perbankan.

Pimpinan tertinggi bank tersebut kemudian menugaskan internal audit yang bertanggung jawab langsung ke pimpinan tertinggi untuk melakukan kajian atas apa yang disampaikan pimpinan otoritas yang mengawasi industri keuangan.

Setelah melalui fase beauty contest, MarkPlus, Inc. ditunjuk oleh bank tersebut untuk melakukan kajian. Tentu saja, MarkPlus, Inc. ingin melakukan kajian yang objektif sesuai dengan kapasitas dan pengalaman MarkPlus, Inc. yang membantu banyak institusi dan perusahaan dalam berbagai perjalanan perusahaan, mulai dari tahap memulai bisnis, tahap pertumbuhan, dan tahap mencapai kematangan bisnis.

Artinya, dalam pekerjaan yang judulnya adalah marketing audit, MarkPlus, Inc. ingin melakukan kajian yang objektif. Ukurannya bukan hanya dari besar kecil budget secara nominal atau proporsi biaya terhadap pendapatan yang diraih tapi juga melihat keberhasilan kampanye marketing. Termasuk di dalamnya melihat keberhasilan dalam membangun positioning.

Bagaimanapun juga, seperti yang disebutkan dalam quote pertama dari Al Ries di bagian sebelumnya, biaya besar di bidang marketing adalah biaya membangun persepsi dalam suatu positioning tertentu. Jadi ukurannya yang fair sebenarnya dimulai dari seberapa jauh positioning yang akhirnya terbentuk di benak konsumen sesuai dengan positioning yang direncanakan perusahaan. Tanpa harus memperhitungkan biaya yang dikeluarkan, ini menjadi ukuran pertama.

Ukuran lain adalah lamanya waktu yang dilakukan dalam melakukan kampanye membangun persepsi untuk membentuk suatu positioning. Semua orang pasti pengin melakukan sesingkat mungkin. Hanya saja itu tidak sesuai dengan realita, paling tidak kalau melihat kampanye jangka panjang yang telah dilakukan para pesaing terdekat dari bank yang menugaskan MarkPlus, Inc.

BACA JUGA: Euro 2024 dan Effective Influencer Marketing, Adidas X Jude Bellingham

Faktor lain yang juga dilihat adalah kreativitas kampanye membangun persepsi itu sendiri. Kebetulan ada pengalaman lain MarkPlus, Inc. dalam membantu pembentukan positioning secara kreatif di beberapa industri, sehingga dalam waktu singkat terbentuk persepsi baru. Meski secara nominal lebih besar, tapi dilihat dari presentasi terhadap pendapatan yang diraih menjadi lebih kecil.

Terakhir, tentu saja adalah acuan biaya. Di perusahaan manapun sebetulnya tidak ada yang namanya unlimited budget. Kalau tidak akan mengacau perencanaan dan sebetulnya bisa membuat banyak orang di luar fungsi marketing yang punya persepsi yang kurang bagus terhadap orang marketing.

Kebetulan MarkPlus, Inc. sangat paham dengan yang unspoken concern dari orang-orang marketing. Orang-orang marketing dipersepsikan oleh -misalnya orang-orang finance- sebagai orang-orang yang tidak peduli pada efisiensi.

Sementara orang-orang akuntansi mempersepsikan orang-orang marketing sebagai orang yang tidak rapi dalam membuat laporan pertanggungjawaban pengeluaran marketing, sehingga susah dalam proses pembuatan jurnal untuk penyiapan laporan.

Sebagian persepsi yang terbentuk adalah persepsi yang terbentuk bertahun-tahun. Karena itu, guru besar marketing di Wharton Business School Yoram Wind pada tahun 1981 atau lebih dari 40 tahun yang lalu sudah berusaha memetakan satu persatu hubungan antara orang-orang marketing dengan orang-orang dari bagian lain di perusahaan.

Hal ini terlampir di dalam tulisan yang berjudul “Marketing and The Other Business Functions di Research In Marketing”, Volume 5, 1981, halaman 237 – 264. Yang di-cover dalam tulisan Yoram Wind itu bukan hanya dengan orang-orang finance dan accounting tapi juga sampai CEO.

BACA JUGA: Kiat-Kiat Marketing Kreatif dan Ampuh yang Diusung Marketeers Hangout 2024

Kalau orang-orang accounting bekerja karena ada panduan yang dipakai umum dan ditetapkan oleh asosiasi suatu profesi industri, seperti misal GAAP atau PAI atau SAI, maka di marketing tidak ada panduan semacam itu.

Padahal yang namanya asosiasi profesi marketing juga ada, termasuk yang terkenal di dunia seperti American Marketing Association (AMA) yang anggotanya ada beberapa legenda yang dikenal luas di dunia marketing. Mereka juga punya anggota berlatar belakang profesi yang berbeda, mulai dari akademisi hingga ke pelaku bisnis, baik professional maupun pemilik.

Dengan adanya orang-orang hebat dan diasosiasi yang banyak melakukan kajian terkait dengan praktek marketing terkini, mengapa tidak ada panduan seperti yang ada di dunia akuntansi. GAAI atau PAI atau SAI adalah panduan yang digunakan dalam proses pembuatan laporan keuangan. Kebetulan, tahapan-tahapan yang mesti dilakukan memang sudah terstandarisasi, tidak peduli apapun kondisi perusahaan.

Mau sedang mulai, sedang tumbuh hingga matang, semuanya melalui tahapan yang sama. Mau tidak ada persaingan dan dalam persaingan ketat melalui tahapan yang sama. Bahkan mau jor-joran dalam keluar biaya atau tidak juga akan melalui tahapan penyiapan laporan yang sama.

Ini yang susah dilakukan dalam aktivitas marketing. Memang ada panduan umum, tapi tidak bisa menjadi keharusan, karena mesti memperhitungkan tahapan perkembangan perusahaan, situasi persaingan hingga ke kreativitas dalam melakukan kampanye.

Paling-paling, dinilai secara kualitatif, yang mungkin akan dikuantifisir, dengan melihat berbagai faktor-faktor sebagaimana disebutkan dalam kalimat sebelumnya.

Kerepotan lain muncul kalau marketing spending terkait dengan B2B activities, mulai dari pengenalan diri. lobby hingga proses closing. Ini bukan hanya menyangkut besaran biaya tapi juga kepantasan aktivitas yang dilakukan dan biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini, meski di Amerika misalnya ada profesi lobbyist, tapi tetap saja dilihat kontroversial oleh pihak tertentu.

Terus terang, MarkPlus, Inc. beruntung saat mendapatkan penugasan dari bank tersebut. Saat itu counterpart team adalah orang-orang dari accounting dan finance, sebagaimana juga halnya salah satu anggota tim MarkPlus, Inc. Tapi counterpart team adalah orang-orang terbuka memahami mengenai why, what, dan how dalam marketing spending dan nantinya menyusun rekomendasi terkait marketing spending.

Terlibat dengan orang-orang yang selama ini sering punya persepsi tersendiri terhadap orang marketing adalah sebuah pengalaman yang bagus. Karena bisa berempati terhadap apa saja yang menjadi concern mereka. Dan karena merupakan pihak ketiga yang independen jadi punya kesempatan lebih bagus sebagai jembatan terhadap orang-orang marketing.

Tim marketing bank tersebut juga senang, karena mereka tidak dihakimi begitu, termasuk ketika aktivitas marketing yang dilakukan terlihat tidak efektif. Ada sejumlah aktivitas yang berada di luar kontrol mereka. Karena itu mereka pun membutuhkan periode waktu yang lebih panjang dan tentu biaya yang lebih besar.

Misperception terhadap orang marketing memang mesti harus dilakukan. Kalau tidak, akan ada gangguan dalam membentuk persepsi terkait dengan produk dan jasa dan pada akhirnya berpengaruh pada kemampuan perusahaan memenangkan persaingan.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS