Mochtar Riady: Dampak Krisis Ekonomi Akibat Corona Baru Terasa 1-2 Tahun Lagi
Pengusaha ternama di balik Lippo Group, Mochtar Riady baru saja merayakan hari jadinya yang ke 91 tahun pada 12 Mei lalu. Sebagai pengusaha besar yang sukses dengan beragam proyek lintas sektor, Mochtar Riady memiliki pandangan khusus terkait pandemi virus corona yang terjadi saat ini.
Dalam acara Jakarta CMO Club yang berlangsung pada Kamis (14/5/2020), Mochtar menyampaikan bahwa pandemi ini memberikan dua sisi, negatif dan positif.
Dari sisi negatifnya, Mochtar menilai pandemi ini berhasl meluluhlantahkan beragam sektor perekonomian. Ia mencontohkan perusahaan sebesar Singapore Airline harus mendapatkan suntikan dana dari pemerintah setempat. Maskapai asal Singapura tersebut tergolong beruntung, sebab, beberapa maskapai malah ada yang langsung gulung tikar. Beberapa perusahaan minyak pun bernasib sama dengan bisnis maskapai.
Ia juga menggarisbawahi masalah pemberhentian kerja. Masalah PHK ini menjadi banyak sorotan. Negara adidaya seperti Amerika Serikat saja angka penganggurannya kini mencapai 14%.
“Bahkan diprediksikan angka pengangguran akan mencapai 25% di Amerika Serikat,” jelas Mochtar.
Baginya pandemi ini memberikan efek domino yang besar. Bahkan ia menyebutkan adanya krisis finansial dan krisis ekonomi. Untuk krisis finansial, ia menyoroti masalah likuiditas yang hinggap di perusahaan perbankan. Untuk krisis ekonomi dia menyebutkan bahwa dampaknya belum muncul untuk saat ini.
“Dampak dari krisis ekonomi ini akan muncul dalam 1-2 tahun mendatang. Ini krisis ekonomi yang amat serius. Saya tidak bisa membayangkan akan bisa bertahan lama,” sambungnya.
Ia menggambarkan perbandingan krisis saat ini dengan krisis ekonomi global di tahun 2008 lalu. Ia mengingat bahwa krisis 2008 baru bisa pulih kembali secara normal setelah tujuh tahun berjalan.
Mochtar menyarankan agar pemerintah berkolaborasi dengan negara besar seperti Amerika Serikat dan China. Menurutnya, tanpa menjalin hubungan dengan negara-negara tersebut maka ke depan ekonomi Indonesia akan kurang maksimal.
Ia mencontohkan saat Amerika Serikat meminta Apple untuk memproduksi produknya di Amerika Serikat. Selama ini Apple memproduksi di pabrik Foxconn di China. Ketika produksi dipindahkan ke Amerika Serikat malah muncul masalah baru. Yakni terkait persedian bahan baku, upah, jaminan asuransi, hingg etika kerja buruh di Amerika Serikat dengan China.
Oleh karenanya kerjasama antar negara dalam situasi ini harus diperkuat. “Sebagai orang tua saya hanya bisa memberikan peringatan, semoga ini tidak terwujud, tapi kita harus waspada,” tutup Mochtar.