Modal untuk Hadapi Tahun 2016: Ubahlah Mindset dan Lakukan Kolaborasi
Sebuah hal yang wajar jika para pemasar di Indonesia berharap kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2016 bakal lebih baik ketimbang tahun ini. Maklum, perlambatan ekonomi telah membuat kinerja sejumlah pebisnis di berbagai sektor di Indonesia turut berjalan pelan. Pertanyaannya, bagaimana proyeksi pada 2016 nanti?
Handaka Santosa, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Daerah DKI Jakarta mengatakan bahwa bayangkan kenaikan tarif listrik, Upah Minimum Provinsi (UMP), hingga bensin pada akhir 2014 menjadikan konsumen menahan pembeliannya pada tahun 2015. “Kondisi itu mengakibatkan orang menyimpan uang. Padahal kondisi sebenarnya biasa saja. Jadi, mindset pertumbuhan harus ada di kepala kita,” kata Handaka di Acara MarkPlus Center for Economy & Business di Kotler Main Campus, 88@Kasablanka, Jakarta.
Pada tahun depan, Handaka memprediksi bahwa penjualan bisa tumbuh 10%. Namun, para pemain harus sadar bahwa konsumen butuh experience. “Pemain harus kreatif agar konsumen pun tertarik,” kata Handaka.
Sigit Kumala, Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengatakan, industri roda dua pada tahun 2016 belum banyak berubah dibandingkan tahun 2015. Jika penjualan motor diprediksi bakal berkisar pada angka 6,4 juta-6,5 juta unit, maka penjualan pada tahun 2016 akan berkisar 6,5 juta-6,6 juta unit.
“Penjualan sepeda motor di Pulau Jawa masih baik. Namun, penjualan di Kalimantan dan Sumatera belum banyak berubah karena harga komoditas belum mengalami kenaikan. Sedangkan pasar Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti Marquez dan Rossi karena saling balap membalap,” katanya.
Yansen Kamto, Founder Kibar sebagai perwakilan dunia kreatif mengatakan bahwa dunia startup akan melanjutkan perkembangannya pada tahun depan. Apalagi bisnis yang hanya mengandalkan dunia offline perlahan mulai ditinggalkan.
Dalam layanan penyedia film misalnya, dulu ada sebuah layanan Blockbuster yang amat terkenal. Perlahan bisnisnya tergerus dengan hadirnya layanan Netflix. Toko buku ternama Borders juga mengalami nasib yang sama. Posisinya disalip oleh kehadiran Amazon yang memiliki katalog dan jangkauan yang lebih luas.
Indonesia juga memiliki kasus yang sama. Misalnya jasa transportasi umum seperti taksi mulai terancam dengan hadirnya layanan ojek online. Toko-toko swalayan seperti Matahari Department Store, Ramayana, bahkan sekelas Sogo juga bisa terancam dengan kehadiran Blibli.com, Tokopedia, dan lapak-lapak sejenisnya.
“Namun, hal itu tidak akan mematikan sebuah bisnis yang sudah ada sebelumnya. Sebaliknya teknologi hadir untuk mendorong serta menambah nilai ekonomi dari bisnis yang sudah ada,” pungkas Yansen.
Di era yang penuh ketidakpastian ini, Yansen pun menyarankan agar pemain di berbagai sektor bisa melakukan kolaborasi dengan perusahaan teknologi atau lainnya. “Ketika kondisi baik, kita boleh berkompetisi. Tapi ketika kondisi tidak pasti seperti sekarang ini, alangkah baiknya jika kita berkolaborasi. Toh, pasar yang dituju adalah sama,” katanya.