Modernisasi Konten dengan AI, TikTok Pangkas 500 Pekerja di Malaysia
TikTok, platform media sosial asal Cina melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 500 pekerja di Malaysia. Langkah ini dilakukan lantaran perusahaan mengalihkan fokus ke penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang lebih besar dalam moderasi konten.
Dilansir dari Reuters, dua sumber yang mengetahui masalah ini melaporkan jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 700 orang. Adapun karyawan yang terkena pemecatan mendapatkan pemberitahuan melalui email pada Rabu 9 Oktober 2024 malam waktu setempat.
BACA JUGA: TikTok One Bantu Pemasar Bikin Konten Marketing di Media Sosial
Tak lama berselang TikTok mengonfirmasi bahwa jumlah pekerja yang terkena PHK sebanyak 500 orang. Perusahaan menyebutkan dalam beberapa waktu ke depan akan banyak karyawan terkena dampak secara global sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk meningkatkan operasi moderasi.
TikTok menggunakan campuran deteksi otomatis dan moderator manusia untuk meninjau konten yang di-posting di situs. ByteDance sebagai induk perusahaan TikTok memiliki lebih dari 110.000 karyawan di lebih dari 200 kota di seluruh dunia, menurut situs website perusahaan.
BACA JUGA: Jelang Mega Sales, TikTok Kenalkan 4 Persona Konsumen
“Kami melakukan perubahan ini sebagai bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk lebih memperkuat model operasi global kami untuk moderasi konten,” kata juru bicara TikTok dalam sebuah pernyataan dilansir dari Reuters, Jumat (11/10/2024).
Dalam melakukan modernisasi, TikTok berencana menginvestasikan dana segar senilai US$ 2 miliar secara global. Modal tersebut akan digunakan untuk meningkatkan fitur keamanan dan kepercayaan pada tahun ini serta meningkatkan efisiensi.
Melalui sentuhan AI, sebanyak 80% konten yang melanggar pedoman sekarang dihapus oleh teknologi otomatis. PHK ini terjadi ketika perusahaan-perusahaan teknologi global menghadapi tekanan regulasi yang lebih besar di Malaysia, yang mana pemerintah telah meminta operator media sosial untuk mengajukan izin operasi pada bulan Januari sebagai bagian dari upaya untuk memerangi pelanggaran dunia maya.
Malaysia melaporkan adanya peningkatan tajam dalam konten media sosial yang berbahaya pada awal tahun ini dan mendesak perusahaan-perusahaan, termasuk TikTok untuk meningkatkan pengawasan pada platform mereka.
Editor: Ranto Rajagukguk