Naik 8,78%, Ekspor Obat Herbal RI Capai US$ 543,7 Juta

marketeers article
Ilustrasi obat herbal. Sumber gambar: 123rf.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan sepanjang kuartal IV tahun 2023 ekspor industri kimia, farmasi dan obat tradisional mencapai US$ 543,7 juta atau setara Rp 8,5 triliun (kurs Rp 15,736 per US$). Jumlah tersebut meningkat sebesar 8,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), volume industri dalam Prompt Manufacturing Index-BI (PMI-BI) pada industri kimia, farmasi dan obat tradisional menunjukkan nilai optimistis untuk threshold di atas 50% dengan nilai PMI BI di triwulan IV tahun 2023 di angka 52,50 atau berada fase ekspansi.

BACA JUGA: Industri Farmasi Tumbuh, Kalbe Farma Gesit Sikapi Disrupsi

Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian menjelaskan dengan raihan tersebut, industri kimia, farmasi dan obat tradisional masih menjadi penyumbang devisa yang cukup besar sehingga konsistensi perlu ditingkatkan lagi.

“Industri obat bahan alam (OBA) atau obat tradisional memiliki potensi yang sangat besar untuk terus dikembangkan, apalagi Indonesia sangat kaya akan keragaman hayati sumber daya alamnya, termasuk di antaranya tanaman obat,” kata Agus melalui keterangannya, Selasa (6/2/2024).

BACA JUGA: CIPS: Industri Farmasi Perlu Berubah ke Industri Berbasis Inovasi

Agus menyebut industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan sehingga menjadi andalan dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan penetapan pembangunan industri prioritas, industri produk herbal atau natural maupun sediaan herbal menjadi prioritas pembangunan tahun 2020-2035.

Sasaran tersebut juga sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mengangkat isu strategis, yaitu peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pengembangan hilirisasi industri pertanian dan kehutanan. Fokus peningkatan nilai tambah ini dilakukan melalui pengolahan turunan komoditas utama, misalnya tanaman obat dan rempah-rempah, pengembangan indikasi geografis tanaman jamu atau obat, serta standardisasi proses dan produk obat bahan alam.

“Untuk pasar obat bahan alam dunia pada tahun 2023 mencapai US$ 200,95 miliar dan diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karenanya, pengembangan industri obat bahan alam perlu terus ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar global,” ujarnya.

Peluang pengembangan obat herbal makin terbuka dengan masuknya jamu yang telah menjadi salah satu budaya di Indonesia. Bahkan, pada 6 Desember 2023, jamu telah resmi masuk dalam warisan budaya tak benda dari Indonesia ke-13 yang masuk ke dalam daftar UNESCO.

Hingga saat ini, terdapat beberapa komponen perusahaan industri obat bahan alam di Indonesia, yaitu Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), dan Industri Obat Tradisional (IOT). Semuanya telah menghasilkan 17.000 obat bahan alam golongan jamu, 79 jenis obat herbal terstandar dan 22 jenis fitofarmaka.

“Kementerian Perindustrian terus mendorong dan melakukan pembinaan agar industri kecil dapat naik kelas sehingga produksi obat bahan alam dapat ditingkatkan terutama fitofarmaka yang berpotensi besar untuk menjadi substitusi bahan baku obat impor dalam menuju kemandirian bahan baku obat nasional,” kata Agus.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related