Kata “Cina” di Indonesia identik dengan dua hal. Pertama, sebuah negara yang lumayan mendominasi barang-barang impor di Indonesia dari elektronik sampai alat rumah tangga. Kedua, sekumpulan warga Negara Indonesia (WNI) keturunan yang biasanya erat dengan stereotipe kaya, ulet, sukses.
Untuk hal yang kedua ini, bila kita flashback, orang Cina atau yang juga dikenal sebagai etnis Tionghoa sudah berada di Indonesia sejak lama. Kedatangan mereka diawali dengan migrasi para leluhurnya secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu, sebagian besar melalui kegiatan perniagaan. Banyak dari kelompok ini yang sukses dalam melakukan perdagangan.
Aksi diskriminasi terjadi sejak zaman kolonial Belanda hingga Orde Baru. Di zaman Orde Baru, diskriminasi ini juga diperkuat dengan adanya larangan dari pemerintah terhadap hal-hal yang berbau Tionghoa termasuk kegiatan keagamaan, kepercayaan, serta adat istiadat Tionghoa tidak diakui di Indonesia. Namun, sejak Reformasi, khususnya sejak pemerintahan Gus Dur, negara mengakui eksistensi mereka sebagai bagian dari Republik ini yang pantas dihormati dan dilindungi seperti warga negara pada umumnya.
Diskriminasi sosial juga kerap dirasakan oleh para warga keturunan Cina di Indonesia. Salah satu contoh diskriminasi yang dialami anak-anak sekolah adalah tindakan ‘bullying’, hinaan, ejekan dan pemalakan yang kerap menjadi makanan sehari-hari anak-anak warga keturunan Cina di Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut, Starvision membuat film dengan judul NGENEST. Film ini memaparkan tentang fenomena sosial yang kerap terjadi dan dialami banyak orang dari etnis Tionghoa (orang Cina di Indonesia). Seperti yang pernah dialami oleh tokoh inti – Ernest Prakasa, seorang anak Etnis Tionghoa. Lahir sebagai warga keturunan Cina di Indonesia, ia harus menghadapi masa kecil dan remaja yang cukup berat. Bullying menjadi makanan sehari-hari. Untuk mengatasi hal ini, ia pun berupaya untuk berbaur dengan teman-teman pribuminya.
Upaya Ernest untuk membaur ternyata terus menemui kegagalan, sampai akhirnya ia bercita-cita untuk membaur dengan cara menikah dengan perempuan pribumi.
“Saya merasa bangga dengan adanya film ini. NGENEST adalah film yang sarat akan pesan moral namun kita kemas dengan ringan dan menghibur dengan genre komedi. Banyak sekali pelajaran-pelajaran yang dapat diambil seputar isu asimilasi dan harmonisasi dalam masyarakat kita yang heterogen,” jelas Chand Parwez Servia, pemilik rumah produksi Starvision.
Inti cerita dari NGENEST ini adalah bagaimana kita berdamai dengan masa lalu yang berat dan dapat menertawakan berbagai persoalan yang kita hadapi. Film ini bukan tentang saya, ini adalah film tentang bagaimana cara kita menertawakan kepahitan dalam hidup kita, karena komedi adalah salah satu cara untuk mengobati luka. Itulah mengapa, film ini menggunakan tagline ‘Kadang Hidup Perlu Ditertawakan’,” jelas Ernest pemain, sutradara sekaligus penulis skenario film NGENEST.
Ernest Prakasa sendiri adalah seorang Komika (Stand-Up Comedian), dan salah satu pendiri Stand-up Indo, komunitas stand-up comedy yang tersebar di puluhan kota di Indonesia. Ernest menulis skenario film ini berdasarkan buku triloginya yang berjudul ‘Ngenest – Ngetawain Hidup ala Ernest’.
Film ini juga dibintangi oleh Lala Karmela, Morgan Oey, Kevin Anggara, Brandon Salim, Ge Pamungkas, Fico Fachriza, Lolox, Adjis Doaibu, Awwe, Muhadkly Acho, Amel Carla, Regina Rengganis, Ferry Salim, Olga Lydia, Budi Dalton, Fitria Sechan, Angie Ang, Arie Kriting, Bene Dion, Ardit Erwandha, dll. NGENEST ‘Kadang Hidup Perlu Ditertawakan’ akan diputar di seluruh jaringan bioskop XXI, Cinema 21, Blitz Megaplex, Cinemaxx, Platinum, New Star dan bioskop independen lainnya mulai 30 Desember 2015.