Media sosial banyak melahirkan influencer yang kemudian bekerja sama dengan brand untuk membantu memasarkan produknya. Fenomena ini terus meningkat di tengah situasi pandemi COVID-19 yang membuat orang-orang tinggal di rumah dan saling terhubung lewat layar.
Bersamaan dengan itu, brand terus berusaha mengembangkan bisnisnya. Karena itu, para pemasar harus selalu mencari cara untuk menjadi top-of-mind dari konsumen. Di sinilah peran influencer, mereka membantu brand untuk menjalin koneksi dengan konsumen.
Riset Nielsen mengungkapkan, pemasar global berencana untuk meningkatkan pengeluaran iklan pada media sosial hingga 53% mulai tahun depan, lebih besar dibandingkan dengan saluran lainnya.
Laporan bertajuk Nielsen Annual Marketing Report bahkan menyatakan, media sosial adalah saluran berbayar yang paling efektif. Sebanyak 64% pemasar global mengamini hal tersebut.
Berdasarkan studi Nielsen Trust in Advertising 2021, sebanyak 71% konsumen global mempercayai iklan, opini, maupun penempatan produk dari para influencer. Namun, yang lebih menarik lagi adalah tidak semua promosi influencer dimulai dari brand.
Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada kasus Barbara Kristoffersen. Ia merupakan influencer yang mengawali kariernya dari akun Instagram pribadinya. Sense of fashion dan gaya hidup yang dikemas menarik membantunya berkembang hingga menjadi bintang.
Kristoffersen pernah mengunggah sebuah video yang menunjukkan hoodie dari brand Gap berwarna cokelat. Nyatanya, warna itu sudah lama tidak diproduksi oleh perusahaan sejak tahun 2000. Lewat unggahannya, muncullah tagar #brownhoodie yang viral dengan total engagement mencapai sekitar 188,35%.
Popularitas item fesyen itu pun terus meningkat dan membuat jaket tersebut banyak dijual di situs jual-beli barang bekas hingga mencapai harga yang tinggi.
Tidak ingin kehilangan momentum, Gap kemudian memanfaatkan pembicaraan organik ini untuk meningkatkan penjual mereknya. Bekerja sama dengan influencer tersebut, Gap membuat kampanye #gaphoodie yang menarik minat lebih dari 6,5 juta penonton.
Merek fesyen asal Amerika Serikat tersebut juga membawa kembali warna cokelat pada produk-produk miliknya. Hal tersebut mendapatkan sambutan positif dari konsumen.
Melihat contoh kasus tersebut, Brand Impact Nielsen mengukur efektivitas iklan influencer di hampir 200 kampanye. Berdasarkan hasil kuartal I 2022 dari penelitian ini, rata-rata 80% pemirsa iklan influencer dapat mengingat brand yang ditampilkan dalam iklan. Lebih lanjut, iklan influencer dinilai mendorong peningkatan hingga sembilan poin dalam brand affinity.
Dengan penggunaan media sosial yang masif, influencer marketing jelas dapat menjadi faktor pendorong untuk mendapatkan revenue yang besar. Tetapi, brand tetaplah menjadi pemegang kuncinya.
“Brand harus mampu menemukan kombinasi yang pas dari influencer, platform yang digunakan, konten, dan minat konsumen untuk menciptakan koneksi dan engagement,” tulis Nielsen pada laporan bertajuk Building better connections: Using influencers to grow your brand.
Penting bagi pemasar untuk melakukan riset terlebih dahulu ketika hendak menggunakan strategi influencer marketing. Pendekatan data-driven kemudian menjadi esensial untuk mengukur kesuksesan dari kampanye yang mereka deliver nantinya.
Editor: Ranto Rajagukguk