Nila Tanzil, Perempuan Tangguh Penyelamat Anak Timur

marketeers article

Tak pernah terbayang dibenak Nila Tanzil menjadi seorang penyelamat masa depan anak-anak Indonesia Timur. Bagaimana tidak, semua berawal dari pengalaman tak terduga yang ia alami saat menjalani hobinya sebagai seorang traveler. 

Sekitar tahun 2009, Nila yang kala itu menjabat sebagai communication consultant di wilayah Indonesia Timur memutuskan untuk menambah deretan wilayah jelajahnya ke Manggarai Barat, Flores. Berniat sekadar menikmati keindahan alam dan kearifan lokal yang ada, Nila justru menyaksikan kenyataan miris akan kondisi anak-anak desa wilayah Timur kala itu.

“Di saat kebanyakan anak-anak di perkotaan memiliki akses untuk membaca buku dan bermain, anak-anak di wilayah Timur justru harus pergi mencari kayu bakar di hutan sepulang sekolah. Menurutku hal ini tidak adil.  Aku sampai tidak bisa tidur memikirkan betapa kasihan anak-anak ini tidak bisa merasakan nikmatnya baca buku,” kenang Nila.

Merasa terus dihantui dan memiliki tanggung jawab sosial, tanpa pikir panjang, Nila pun memutuskan untuk mendirikan Taman Baca Pelangi di tahun yang sama. Seorang diri, Nila melakukan survei lokasi hingga mengucurkan dana pribadi.

“Aku pikir mungkin aku harus melakukan sesuatu. Aku bergerak sendiri karena aku tahu menunggu bantuan dari luar pasti memakan waktu yang lama. Lalu, bagaimana nanti nasib anak-anak ini?,” tanya Nila.

Kembali ke Jakarta, Nila mencari kenalan penerbit yang dapat memberikan ia potongan harga buku. Alhasil, Nila berhasil memboyong 200 buku pertama ke Flores.

Berawal dari satu Taman Bacaan Pelangi, Nila kemudian berhasil membuka perpustakaan lain di bulan berikutnya. Tak disangka, dalam satu tahun, ia berhasil membuka 12 perpustakaan.

Kenapa Harus Indonesia Timur?

Dua tahun berjalan, Nila masih mengucurkan dana pribadi dari segi transportasi. Sementara persoalan buku, ia berhasil memperoleh banyak bantuan sejak bulan ke-empat Taman Bacaan Pelangi berdiri. Namun adanya bantuan tak begitu saja menghapuskan tantangan yang ada.

“Tantangannya banyak dan memang begitu berat, terutama soal lokasi. Biaya yang dibutuhkan sangat tinggi. Aku ingat, banyak donator yang tanya kenapa aku buka perpustakaan jauh-jauh padahal masih banyak daerah di Jawa yang perlu dibantu. Well, I know it’s true, tapi kalau kita hanya melihat gampangnya saja, kasihan anak-anak yang jauh seperti di Merauke. Sampai kapan mereka harus menunggu? It’s not fair. Harus ada yang mau bersusah payah ke sana,” tutur Nila kepada Marketeers.

Di 2013, Nila pun memutuskan untuk meninggalkan karirnya sebagai communication consultant dan beralih profesi dengan fokus mengembangkan Taman Bacaan Pelangi. Ia membangun social entreprise guna menunjang keberadaan Taman Bacaan Pelangi.

“Aku bikin social entreprise di bidang travel dengan nama Travel Sparks. Kenapa aku bikin ini? Karena aku ingin Taman Bacaan Pelangi lebih sustainable dari segi dana,” ungkap Nila.

Bermodel travel agent ke wilayah Labuan Bajo, Flores, dan Komodo, bisnis Travel Sparks dikatakan Nila tak mengusung model open trip. Di sini, para traveler dapat meng-custom destinasi dan kegiatan travelling yang mereka inginkan. Waktu travelling pun dapat dilakukan kapanpun. Yang menarik, para traveler akan diajak untuk bertemu, mengajar, dan bermain bersama anak-anak Taman Bacaan Pelangi. Profit dari bisnis ini pun akan dialokasikan untuk mengembangkan Taman Bacaan Pelangi.

Kini, memasuki usia ke Sembilan, Taman Bacaan Pelangi akan membuka perpustakaan ke-100 mereka pada Agustus mendatang.

“Mimpiku adalah agar semua anak punya akses buku. Perjalanan masih panjang karena masih ada banyak daerah yang belum terjangkau. Targetnya, minimal ada Taman Bacaan Pelangi di setiap satu Kecamatan di wilayah Indonesia. Yang jelas, aku tidak bisa bekerja sendiri, perlu kerjasama dari semua pihak. I believe, together we can make a difference,” ungkap Nila yang berencana menulis buku cerita anak dalam waktu dekat.

Editor: Sigit Kurniawan

Related