Nomadic Tourism: Temporary Solution Jadi Permanent Solution

marketeers article

Industri pariwisata di negara ini tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2017 lalu, industri ini tumbuh 22% dibanding tahun sebelumnya. Tahun ini, harapannya tumbuh hingga 20%.

“Pertumbuhan industri pariwisata kita tumbuh tiga kali lipat dibanding dengan pertumbuhan di tingkat regional dan global. Hal ini berkat kebijakan pemerintah sekarang ini yang menjadikan pariwisata sebagai leading sector,” kata Arief Yahya,” Menteri Pariwisata RI, di acara ASEAN Marketing Summit 2018 yang diselenggarakan oleh MarkPlus, Inc., dan PhilipKotlerCenter for ASEAN Marketing, hari ini (06/09/2018).

Pada awal pemerintahan Presiden Joko  Widodo telah menargetkan bahwa di tahun 2019 jumlah wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 20 juta orang. Ada beragam strategi yang diluncurkan Kementerian Pariwisata, di antaranya membuat proyek 10 New Bali atau menjadikan 10 daerah wisata unggulan agar bisa  menyamai atau setidaknya mendekati kesuksesan Bali.

Meski begitu, harus diakui untuk  menduplikasi Bali bukanlah perkara mudah. Lantaran, di Pulau Dewata ini daya tariknya bukan sekadar destinasi alam yang indah, namun faktor budaya juga punya peran yang sangat besar.

Untuk itu, diluncurkanlah solusi baru untuk semakin menumbuhkan industri pariwisata. Pilihannya adalah dengan mengembangkan nomadic tourism. Dan, Indonesia memiliki modal yang besar untuk wisata model ini. Bahkan, sejauh ini, Indonesia masih leading dalam arti jadi tujuan favorit wisman dalam nomadic tourism.

Tapi, apa itu nomadic tourism? Bermula dari kata nomadic atau nomad yang dalam Bahasa Indonesia bermakna orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal menetap. Orang-orang yang berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebagai pengganti rumah, mereka menggunakan karavan atau tenda untuk tinggal.

Ketika diaplikasikan dalam dunia pariwisata, maka yang ditawarkan adalah gaya hidup di sebuah tenda, karavan, atau yang sifatnya nonpermanen properti lainnya. Tapi, itu saja tentunya tidak cukup untuk menarik orang. Harus ada daya tarik lainnya, bisa berupa alam yang indah atau bisa pula sebuah aktivitas yang memberikan pengalaman baru dan jarang ditemui. Dan, tentunya ada akses transportasi dan internet.

“Ada tiga faktor kunci dalam pengelolaan nomadic tourism. Antara lain, acces, amenities, attraction,” tambah Arief.

Siapa target dari nomadic tourism? Tentunya, pasar terbesar dan utana adalah kaum muda, tepatnya generasi millenial. Di pasar domestik saja, potensinya mencapai 21 juta orang.

Potensi juga datang dari wisman yang dalam pengeluaran lebih menjanjikan. Ada tiga model wisman dalam nomadic tourism. Pertama, Glampacker yang merupakan millenial yang berwisata keliling dunia untuk melihat destinasi yang instagramable. Jumlahnya mencapai 27 juta orang dengan estimasi bisa mendatangkan USD 2,3 miliar.

Kedua, Luxpacker, mereka adalah para turis yang ingin berwisata untuk sejenak melupakan dunia. Potensinya mencapai 7,7 juta dan bisa mendatangkan uang hingga USD 2,3 miliar.

Terakhir, adalah Flashpacker, yakni para pelancong yang bepergian sambil bekerja dan tinggal di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Jumlahnya mencapai 5 juta wisnua dengan potensi belanja hingga USD 7 miliar.

“Melihat potensi tersebut, nomadic tourism dari awalnya adalah temporary solution, sekarang jadi permanent solutions. Sekarang ini, pengembangan nomadic tourism sedang berjalan,” pungkas Arief

Related