Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan literasi dan inklusi keuangan perempuan pada 2022 mengalami peningkatan dibanding tahun 2019. Sebagai perbandingan, indeks literasi keuangan perempuan pada tahun 2022 mencapai 50,3%.
Angka tersebut mengalami peningkatan yang cukup jauh dibandingkan pada tahun 2019 yang hanya 36,3%. Sementara itu, untuk tingkat inklusi keuangan perempuan pada tahun 2022 mencapai 83,88%, sementara tahun 2019 sebesar 75,15%.
BACA JUGA Amartha dan KemenPPPA Dukung Pemberdayaan Perempuan Berkelanjutan
Hal ini tentu saja menjadi aspek yang perlu diperhatikan mengingat peran penting perempuan dalam ekonomi. Bukan hanya di skala rumah tangga, melainkan juga berpotensi dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sekar Putih Djarot, Plt Kepala Grup Komunikasi Publik OJK mengatakan perempuan memiliki peran penting di keluarga, khususnya dalam membuat keputusan terkait keuangan dan mengatur keuangan keluarga.
“Perempuan memiliki kinerja yang lebih baik dalam kemampuan finansial dibandingkan laki-laki,” kata Sekar dalam sesi Media Literacy “Building Inclusive Economics” UOB x INDEF, Selasa (15/8/2023).
Beruntungnya, Sekar menambahkan kini sudah makin banyak perempuan yang memiliki kesadaran untuk mulai berinvestasi.
Peningkatan awareness pun terlihat dari data demografi investor pada perempuan yang terus mengalami peningkatan, yakni berada di rentang 11-15%, menurut Sekar. Aviliani, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan capaian ini tentu saja sebuah tanda yang baik.
Sebelumnya, kebanyakan perempuan memilih investasi dalam bentuk emas dan properti.
“Perempuan cenderung memilih investasi berupa emas dan properti. Namun, pemilihan produk investasi ini tak didukung dengan pengetahuan mengenai profil risikonya,” ujar Aviliani dalam acara yang berlangsung di kawasan Jakarta Selatan itu.
BACA JUGA Literasi dan Digitalisasi Jadi Kunci BNI Dorong UKM Go Global
Sementara itu, saat memulai investasi, Sekar menambahkan kebanyakan perempuan akan memilih instrumen reksa dana. Adapun reksa dana yang dipilih beragam mulai dari pendapatan tetap, campuran, sampai saham.
Akan tetapi, dalam investasi biasanya perempuan memilih produk yang imbal hasilnya dapat digunakan kembali dan hanya ditujukan untuk jangka pendek. Aviliani menyebut perempuan lebih memilih investasi berisiko rendah.
Namun, seiring perkembangan zaman, Aviliani juga melihat perempuan saat ini telah mulai beranjak ke investasi lain, seperti obligasi pemerintah dan deposito. Pergeseran tren ini terlihat pada perempuan generasi Z.
Aviliani mengungkap perempuan generasi Z cenderung lebih berani memiliki produk investasi yang lebih berisiko.
“Kalau Gen Z yang berpendidikan tinggi, cenderung memiliki gaji besar ketika masuk kerja, sehingga dia lebih berani ambil risiko waktu berinvestasi,” tutur Avi.
Editor: Ranto Rajagukguk