OJK Tetapkan Aturan Penyelenggara Bursa Karbon Wajib Bermodal Rp 100 Miliar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK Bursa Karbon) yang akan menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon melalui bursa karbon yang dilaksanakan oleh penyelenggara pasar. Dalam aturan ini, OJK menetapkan penyelenggara bursa karbon wajib memiliki modal paling sedikit Rp 100 miliar dan dilarang berasal dari pinjaman.
Aman Santosa, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi (OJK) menuturkan bursa karbon ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Sesuai UU P2SK, penyusunan POJK ini telah melalui proses konsultasi dengan Komisi XI DPR RI.
BACA JUGA: Perdagangan Karbon, RI Berpotensi Raih Pendapatan US$ 565,9 Miliar
Aturan ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk mendukung pemerintah dalam melaksanakan program pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Termasuk pula sejalan dengan komitmen Paris Agreement, serta mempersiapkan perangkat hukum domestik dalam pencapaian target emisi GRK tersebut.
“Unit karbon yang diperdagangkan melalui bursa karbon adalah efek serta wajib terlebih dahulu terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan penyelenggara bursa karbon. Pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai bursa karbon merupakan penyelenggara pasar yang telah memiliki izin usaha sebagai penyelenggara bursa karbon dari OJK,” kata Aman melalui keterangannya, Kamis (24/8/2023).
BACA JUGA: Kabar Baik! OJK Bakal Atur Mekanisme Perdagangan Karbon
Menurutnya, penyelenggara bursa karbon dapat melakukan kegiatan lain serta mengembangkan produk berbasis unit karbon setelah memperoleh persetujuan OJK. Selain itu, penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon wajib diselenggarakan secara teratur, wajar, dan efisien.
Bagi pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris penyelenggara bursa karbon wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh OJK. Termasuk pula wajib melalui penilaian kemampuan dan kepatutan.
Selanjutnya, dari sisi OJK, nantinya melakukan pengawasan terhadap perdagangan karbon melalui bursa karbon yang antara lain meliputi penyelenggaraan bursa karbon, infrastruktur pasar pendukung perdagangan karbon, serta pengguna jasa bursa karbon. Lalu, ada pula pengawasan terhadap transaksi dan penyelesaian transaksi unit karbon, tata kelola perdagangan karbon, manajemen risiko, perlindungan konsumen, dan kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan karbon melalui bursa karbon.
“Dalam melakukan kegiatan usahanya, penyelenggara bursa karbon diizinkan menyusun peraturan. Peraturan penyelenggara bursa karbon beserta perubahannya, mulai berlaku setelah mendapat persetujuan OJK,” ujarnya.
Aman menambahkan setiap perubahan anggaran dasar penyelenggara bursa karbon wajib memperoleh persetujuan OJK sebelum diberitahukan atau diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk memperoleh persetujuan. Adapun rencana kerja dan anggaran tahunan penyelenggara bursa karbon wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK sebelum berlaku.
“Tersedianya dasar hukum terkait persyaratan dan tata cara perizinan perdagangan karbon melalui bursa karbon diharapkan dapat menjadi landasan perdagangan karbon melalui bursa karbon bagi instansi terkait, penyelenggara bursa karbon, pelaku usaha, pengguna jasa penyelenggara bursa karbon, serta pihak terkait lainnya,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk