Indonesia terus berupaya meningkatkan proses hilirisasi pada komoditas nikel untuk diubah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi di dalam negeri. Tujuannya untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil pertambangan.
Febri Hendri Antoni Arif, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menuturkan proses hilirisasi memberikan berbagai macam efek ganda atau multiplier effect. Diperkirakan nilai nikel ore mentah dihargai US$ 30 per ton.
BACA JUGA: Setop Ekspor Nikel, Pendapatan Hilirisasi RI Tembus US$ 30 Miliar
Nilai tersebut bertambah menjadi US$ 90 per ton atau naik 3,3 kali lipat jika diolah menjadi Nikel Pig Iron (NPI). Untuk pengolahan menjadi ferronikel, negara bakal mendapatkan nilai tambah sebesar 6,76 kali lipat atau setara dengan US$ 203 per ton.
“Apalagi, jika ada pabrik baterai yang mengubah ore menjadi LiNiMnCo, maka nilai tambahnya bisa mencapai 642 kali lipat,” kata Febri melalui keterangannya.
BACA JUGA: Optimalkan Cadangan Nikel, Pertamina Dukung Ekosistem Baterai EV
Guna menggenjot proses hilirisasi nikel, saat ini sudah ada 34 smelter yang beroperasi dan 17 smelter yang tengah dalam proses konstruksi. Investasi yang telah tertanam di Indonesia sebesar US$ 11 miliar atau sekitar Rp 165 triliun untuk smelter Pyrometalurgi, serta sebesar US$ 2,8 miliar atau mendekati Rp 40 triliun untuk tiga smelter Hydrometalurgi yang akan memproduksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.
Selama masa konstruksi, kehadiran smelter tersebut menyerap produk lokal. Saat ini, smelter tersebut mempekerjakan sekitar 120.000 orang tenaga kerja.
Dilihat dari lokasi, smelter tersebar di berbagai provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, serta Banten.
“Hal ini mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut dengan meningkatnya PDRB di daerah lokasi smelter berada,” katanya.
Dengan proses hilirisasi, akan menambah pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak-pajak lain. Hal ini menjawab perkiraan Presiden Joko Widodo yang menyebut ekspor mentah nikel hanya mendapatkan nilai Rp 17 triliun, sedangkan produk hilirisasi bisa mencapai Rp 510 triliun.
“Indikator ini sangat jelas menunjukkan bahwa benefit smelter memberi manfaat bagi ekonomi nasional, bukan untuk negara lain. Hadirnya PMA merupakan pengungkit investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk