Berbicara mengenai Omnibus Law, kita semua tahu telah banyak pihak yang menentang. Mulai dari serikat pekerja buruh hingga para ahli. Namun, Presiden Jokowi tetap melanjutkan proses penyusunan Omnibus Law, bahkan mendesak DPR agar menuntaskannya dalam waktu tiga bulan.
Sebenarnya, apa sih Omnibus Law? Presiden Joko Widodo pertama kali menyebutkan sebuah konsep perombakan peraturan perundang-undangan pada pidato pelantikan periode keduanya. Konsep tersebut disebut sebagai Omnibus Law yang nantinya akan mengganti beberapa undang-undang sekaligus. Di dalamnya, akan terdapat empat RUU besar, salah satunya adalah RUU Cipta Kerja.
Menurut rilis dari Talenta, platform HR Sytem dari Mekari, beberapa alasan disusunnya Omnibus Law adalah untuk mendorong perbaikan iklim investasi sehingga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja domestik. Karena itu, dibuatlah RUU Cipta Kerja pada Omnibus Law—yang sebelumnya bernama RUU Cipta Lingkungan Kerja.
“RUU Cipta Kerja memang disusun untuk mempermudah pengusaha dalam melakukan investasi sehingga tercipta lapangan kerja. Tapi bukan berarti kami mengabaikan perlindungan serikat pekerja. Ini yang masih kami bicarakan,” jelas Adriana, Sekretaris Dirjen PHO & Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berada di kisaran 5,01% per Februari 2019. Meski telah mengalami penurunan dari tahun 2018 yang berada di angka 5,13%, tetapi dari kacamata ketenagakerjaan, jumlah penduduk yang menganggur masih mencapai 6,82 juta orang.
Angka pengangguran di kota pun masih jauh lebih tinggi (6,3%) dibanding dengan pengangguran di desa (3,45%). Terlebih setiap tahunnya pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia menyumbang sekitar dua juta individu baru.
“Jika berbicara mengenai ketenagakerjaan, kita masih menghadapi angka pencari kerja yang terlalu tinggi yang setiap tahunnya selalu naik sekitar dua juta penduduk. Omnibus Law pun dapat menjadi upaya pemerintah agar tidak melemahkan posisi tawar para pekerja,” ujar Adriana.
Tidak hanya angka pengangguran yang masih cukup besar. Kualitas tenaga kerja pun masih dianggap pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan industri. Sementara lulusan di sektor lain seperti properti, keuangan, dan industri digital juga masih belum dirasa mampu mengejar ketertinggalan industri.
Adanya Omnibus Law juga diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di angka 5%. Karena, setiap 1% pertumbuhan ekonomi maka akan ada 400 tenaga kerja baru yang terserap. Apalagi tenaga kerja di Indonesia masih didominasi dengan pekerja informal (57,26%) dibandingkap pekerja formal (42,74%).
Di sisi lain, kondisi kesejahteraan pekerja di Indonesia masih jauh dari cukup. Data dari BPS menunjukkan bahwa per Februari 2018 48,39% pekerja masih berpenghasilan di bawah Upah Minimum. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Nasional pun hanya sedikit mengalami peningkatan dari 60,81% di tahun 2018 menjadi 61,06% di tahun 2019.
Secara sederhana, Omnibus Law RUU Cipta Kerja disusun untuk mempermudah investor dalam berinvestasi sehingga terciptanya lapangan kerja. Namun, selain mempermudah investasi, pemerintah juga perlu memikirkan tentang perlindungan serikat pekerja. Karena itu, seharusnya perubahan peraturan lebih difokuskan pada aspek perlindungan pekerja (existing) dan perluasan lapangan kerja.
Editor: Ramadhan Triwijanarko