Omnichannel Jadi Tantangan Besar Bagi Industri FMCG

profile photo reporter Ellyta Rahma
EllytaRahma
25 September 2020
marketeers article
Shopping trolley cart with shallow DOF against modern supermarket aisle blurred background

Di tengah pandemi COVID-19 yang melanda dunia, pelaku industri dari berbagai sektor mengalami tantangan yang sama, yaitu digitalisasi. Namun, tidak berarti besaran tantangan yang dihadapi juga sama. industri, beda pula proses digitalisasinya.

Seperti yang terjadi pada industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG), digitalisasi secara sistem memang membantu operasional karyawan dan produksi industri ini. Namun, di sisi marketing, industri FMCG justru menghadapi tantangan yang begitu besar.

Menurut Ricky Afrianto, Global Marketing Director PT Mayora Indah Tbk dalam Industry Roundtable Actualizing The Post Normal: Year 2021 & Beyond, Jumat (25/09/2020), ada dua aspek yang harus dilakukan pelaku industri FMCG untuk memulai penjualan secara digital terhadap bisnisnya, yakni logistik dan perilaku konsumen.

“Tren pembelian produk FMCG via e-commerce memang meningkat, tapi hal itu tidak terjadi di Indonesia. Dibandingkan dengan China saja, kita ketinggalan hampir 13%. Market share FMCG e-commerce di China sudah mencapai 14%. Sementara, Indonesia masih di bawah 1%,” ungkapnya.

Hal ini dipengaruhi oleh masih mahalnya biaya logistik di Indonesia. Ricky mengatakan, tantangan ini berujung pada pembangunan infrastruktur yang belum merata. Namun di samping itu, perilaku konsumen menjadi faktor tantangan yang utama. Tingginya konsumsi produk FMCG via ecommerce di China dipengaruhi oleh perilaku konsumennya yang terbiasa membeli barang dalam jumlah besar. Sehingga, tidak masalah jika membayar ongkos kirim 10-20% dari harga barang.

“Contohnya, Kopi Torabika. Di China, mereka membeli kopi hingga 100 bungkus per orang lewat e-commerce dengan ongkos kirim seharga satu sampai dua kopi. Di Indonesia, konsumen cenderung terbiasa membeli satu hingga lima bungkus kopi di warung terdekat. Jadi, saat mereka didorong melakukan pembelian di e-commerce dengan ongkos kirim hingga Rp 10.000 dengan jumlah belanja yang sedikit, akan terhitung sangat berat,” jelas Ricky.

Namun, Ricky percaya bahwa digital akan menjadi masa depan setiap industri, termasuk FMCG. Jadi, perlu ada pembelajaran lebih dalam bagaimana menaklukkan pasar digital di Indonesia dengan perilaku konsumen yang demikian.

“Untuk itu, saya mengambil konsep MarkPlus yang mengatakan bahwa pelaku industri harus menerapkan omnichannel. Alasannya, sebesar apa pun potensi digital, pasar offline akan tetap menjadi bagian hidup konsumen,” tutupnya.

Related

award
SPSAwArDS