PT Pertamina (Persero) berkomitmen berperan dalam mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia. Komitmen akan dijalankan melalui optimalisasi cadangan nikel di dalam negeri.
“Kami yakin dengan cadangan nikel di Indonesia, kami bisa memproduksi baterai dan meningkatkan penetrasi EV,” kata Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina di Paviliun Indonesia World Economic Forum di Davos, seperti dikutip dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (22/1/2023).
Menurut dia, Pertamina memiliki infrastruktur yang bisa dioptimalkan untuk penetrasi EV serta memiliki data segmentasi karakteristik, mobilitas, dan kemampuan membeli. Selain itu, Pertamina juga memiliki lebih dari 7.400 SPBU, 6.100 Pertashop, dan 63.000 outlet LPG.
BACA JUGA: Bahlil Ungkap Potensi Investasi Hilirisasi SDA Senilai US$ 545,3 Miliar
Pertamina juga siap berkolaborasi dengan pihak lain dari berbagai negara untuk mengembangkan baterai EV dan mengoptimalkan infrastruktur yang dimiliki. Komitmen itu juga sejalan dengan rekomendasi yang diajukan oleh Gugus Tugas Energi, Keberlanjutan dan Iklim B20 (Business 20-Task Force Energy, Sustainability, and Climate/B20-TF ESC) yang salah satunya mengajukan rekomendasi kebijakan untuk mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV).
“Kami mengusulkan beberapa rekomendasi kebijakan dan aksi kebijakan, terutama bagaimana mempercepat penetrasi EV di setiap negara,” ujar dia yang juga menjabat sebagai Ketua B20-TF ESC selama G20 tahun 2022.
Dalam acara bertajuk “Indonesia Economic Development Through Downstream Industries and Inclusive Partnership” tersebut, Nicke mengungkap rekomendasi kebijakan tersebut, di antaranya percepatan penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, dan meningkatkan ketahanan energi. Untuk mempercepat penggunaan energi berkelanjutan, Pertamina menargetkan efisiensi energi dengan elektrifikasi menjadi faktor penentu keberhasilan.
BACA JUGA: Demi Ketahanan Pangan, PGN Penuhi Kebutuhan Gas Petrokimia Gresik
“Ada target efisiensi energi sisi permintaan, bagaimana mengelola efisiensi energi dari sisi permintaan dan kami percaya elektrifikasi menjadi faktor kunci keberhasilan,” ucapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti perlunya pembiayaan, terutama dari negara maju, mengingat transisi energi ke energi terbarukan membutuhkan investasi modal yang sangat besar sehingga diperlukan dukungan investasi dari negara maju
Berikutnya, rekomendasi kebijakan kedua, yakni perlunya memastikan transisi yang adil dan terjangkau. Dalam rekomendasi tersebut, ia menyoroti perlunya mempersiapkan transisi yang berkeadilan dari sektor yang terdampak transisi energi terhadap sektor terkait.
Ia menyebutkan perlunya memastikan praktik berkelanjutan dalam akses mineral untuk membangun infrastruktur energi baru yang bersih dan rendah karbon, termasuk kendaraan listrik. Rekomendasi ketiga ialah perlunya peningkatan ketahanan energi.
“Kami membutuhkan kerangka kerja dan regulasi seperti insentif untuk mempromosikan dan mengakselerasi ekosistem EV,” ucapnya.
B20-TF ESC merupakan komunitas bisnis yang mendukung G20 dengan rekomendasi kebijakan yang berdampak dan dapat ditindaklanjuti dari aspek bisnis. B20-TF ESC memiliki lebih dari 150 anggota, dengan delapan ketua bersama dipilih dari beberapa negara dengan jenis energi yang berbeda.