Akselerasi pemulihan ekonomi nasional terus dilakukan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Upaya ini dilakukan melalui pemberian sejumlah stimulus. Dalam enam bulan terakhir sejak kuartal IV-2020 hingga kuartal I-2021, pertumbuhan industri manufaktur pun menunjukkan tren perbaikan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis, pertumbuhan ekonomi nasional bakal bergerak positif.
Beberapa kebijakan yang dijalankan Kemenperin untuk memperkuat industri, antara lain implementasi izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) bagi kendaraan bermotor, serta perluasan sektor yang akan menikmati harga gas industri US$6 per MMBTU sebagai bahan bakunya. Langkah strategis tersebut dijalankan guna membangkitkan kembali gairah usaha di tanah air yang akan mendorong pada kesejahteraan masyarakat.
“Bila kita lihat secara year on year, industri nonmigas memang masih menunjukkan angka kontraksi sebesar 0,71%, tetapi apabila kita lihat angka kontraksi tersebut berada di atas pertumbuhan ekonomi, yang minus 0,74%,” papar Menteri Agus di Jakarta, Rabu (05/05/2021).
Sektor-sektor yang menjadi prime mover dari pertumbuhan kuartalan ini adalah industri kimia, farmasi, dan obat tradisional. Kemudian, diikuti industri furnitur, industri logam dasar, industri karet, barang dari karet dan plastik, industri mesin dan perlengkapan, serta industri makanan dan minuman.
Agus menjelaskan, industri yang tumbuh positif secara tahunan adalah industri kimia, farmasi dan obat tradisional (11,46%), disusul industri furniture (8,04%), industri logam dasar (7,71%), industri karet, barang dari karet dan plastik (3,84%), industri mesin dan perlengkapan (3,22%), serta industri makanan dan minuman (2,45%).
“Kami yakin pada kuartal kedua, pertumbuhan industri sudah bisa masuk teritori positif, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi. Artinya, pemerintah sangat optimis terhadap pertumbuhan ekonomi di depan,” jelas Agus.
Optimisme itu didukung dengan capaian gemilang dari sektor industri belakangan ini. Misalnya, pada Maret 2021, tercatat Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level tertinggi sepanjang sejarah (53,2). Pada April 2021, nilai ini meningkat menjadi 54,6. Sejalan dengan kenaikan PMI tersebut, utilisasi industri pengolahan nonmigas pada Maret 2021 sebesar 61,30%, meningkat dibanding dua bulan sebelumnya.
“Selain itu, kami juga perlu sampaikan bahwa apabila kita lihat secara q to q untuk beberapa indikator naik double digit, seperti produksi mobil yang naik sebesar 23,36%, penjualan mobil naik 16,63%, dan penjualan sepeda motor naik 64,52%,” tutur Agus. Selama ini, industri otomotif berperan strategis dalam memacu perekonomian karena memiliki banyak sektor penunjangnya.
Agus menyatakan, kinerja positif itu menandakan sektor industri mulai menggeliat kembali untuk terus berproduksi dalam roda perekonomian. Sektor industri pengolahan nonmigas masih menjadi motor penggerak roda perekonomian nasional pada kuartal I tahun 2021. Terlihat dari kontribusinya terhadap PDB nasional sebesar 17,91%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2020 yang tercatat sebesar 17,86%.
Selain itu, tercatat nilai ekspor sektor industri pada Januari-Maret 2021 sebesar US$38,95 miliar dan menghasilkan neraca surplus sebesar US$3,69 miliar. Tiga industri yang memberikan nilai terbesar, yakni industri makanan sebesar US$9,68 miliar, industri logam dasar sebesar US$5,86 miliar, serta industri bahan kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar US$4,30 miliar.
Berikutnya, nilai investasi sektor industri pada periode Januari-Maret 2021 sebesar Rp88,3 triliun, naik 37,97% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai investasi terbesar diberikan oleh industri logam, mesin dan elektronik sebesar Rp31,2 triliun, industri makanan sebesar Rp21,8 triliun, serta industri kimia dan farmasi sebesar Rp9,4 triliun.
Menperin AGK menambahkan, pihaknya telah meluncurkan program subtitusi impor 35% pada tahun 2022. Nilai substitusi impor yang ditargetkan adalah sebesar Rp152, 83 triliun atau 35% dari potensi impor tahun 2019 yang sebesar Rp434 triliun rupiah.
Langkah-langkah untuk penurunan impor dilakukan melalui substitusi impor dan peningkatan utilisasi sektor industri.
“Langkah-langkah mengakselerasi program substitusi impor dan mendorong akselerasi pertumbuhan industri pada tahun 2021ini akan diimplementasikan ke dalam kebijakan dan program strategis untuk dapat dilaksanakan pada tahun 2021,” terang Agus.
Adapun kebijakan dan program tersebut, di antaranya program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Melalui program ini, diharapkan dapat meningkatkan investasi dan menutup pohon-pohon industri yang masih diisi oleh barang-barang impor.
“Kami juga memfasilitasi pemberian sertifikat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), yang akan mempermudah industri kecil dan menengah (IKM) memasukkan produk-produknya ke dalam e-katalog, sehingga akan memperluas pasar mereka,” papar Agus.
Kemudian, menerapkan neraca komoditas sebagai salah satu implementasi Undang-Undang Cipta Kerja. “Kami ingin memastikan industri bisa dapat bahan baku sesuai yang diinginkan. Jadi, untuk mendorong industri dalam negeri, kebutuhan bahan baku bisa diproduksi di dalam negeri,” jelasnya.
Kebijakan lainnya, yakni penuruan harga gas, program hilirisasi mineral, pengembangan kawasan industri, program pengembangan Digital Capability Center, program pengembangan vokasi industri, program pengembangan IKM, dan program Bangga Buatan Indonesia.