Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan kinerja industri olahan daging meningkat 80% sejak tahun 2019 hingga 2023. Hal ini disebabkan karena kebiasaan orang Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan suka menyantap makanan instan.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menjelaskan berdasarkan data perusahaan pemasaran intelijen yang berbasis di London, Mintel, pertumbuhan industri pengolahan daging di Indonesia tergolong sangat cepat, bahkan paling cepat secara global. Industri pengolahan daging saat ini berjumlah 64 perusahaan dengan nilai investasi Rp 3,45 triliun dan meyerap tenaga kerja sebanyak 25.839 orang.
BACA JUGA: Cargill Ungkap 4 Tren Makro pada Bisnis Makanan dan Minuman
Dari sisi ekspor juga terbilang cukup baik. Adapun nilai ekspor pada tahun 2023 mencapai US$ 3,5 juta atau meningkat dari capaian tahun 2019 sebesar US$ 2,8 juta.
“Nilai ekspor tersebut memang masih kecil bila dibandingkan negara produsen olahan daging utama di dunia, namun menunjukkan bahwa potensi ekspor produk olahan daging cukung tinggi dan mengalami pertumbuhan yang signifikan,” kata Putu melalui keterangannya, Minggu (21/1/2024).
BACA JUGA: Pendapatan IKM Makanan dan Minuman Dominasi Pasar Daring
Menurutnya, berdasarkan laporan badan pangan dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) saat ini konsumsi daging sapi nasional sebesar 2,25 kilogram (kg) per kapita per tahun. Sementara itu, konsumsi daging ayam sebesar 8,37 kg per kapita per tahun.
Tingkat konsumsi ini termasuk rendah bila dibandingkan Malaysia yang mencapai angka konsumsi daging sapi sebesar 5,72 kg per kapita per tahun dan daging ayam sebesar 50,48 kg per kapita per tahun yang juga masih di bawah rata-rata angka konsumsi daging sapi dan ayam di dunia.
“Pertumbuhan angka konsumsi daging sapi dan unggas pada tahun 2023, mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 8,20% dan 12,03% jika dibandingkan dari tahun 2019. Pertumbuhan konsumsi daging sapi di Indonesia di negara Asia Tenggara (ASEAN) berada pada posisi ketiga setelah Vietnam dan Malaysia, sedangkan untuk pertumbuhan daging unggas, Indonesia berada pada posisi ketiga setelah Vietnam dan Filipina,” ujarnya.
Di sisi lain, Putu menyebut industri pengolahan daging merupakan salah satu industri yang dapat bertahan menghadapi tantangan global dan tetap mengalami pertumbuhan yang positif. Dia bilang tantangan ke depan akan makin dinamis.
Ke depan, industri makanan minuman termasuk pengolahan daging akan dihadapkan pada tantangan dunia yang makin kompleks, seperti kondisi geopolitik karena perang antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang belum kunjung usai, penurunan pasokan pangan dan energi di pasar global, inflasi tinggi di beberapa negara maju, peningkatan tingkat bunga, hingga penurunan nilai tukar rupiah.
“Perubahan yang cepat menuntut industri untuk terus berinovasi dan beradaptasi, agar tidak hanya bisa eksis namun juga berkembang menjadi lebih baik sesuai tuntutan zaman. Namun demikian, saya yakin kita dapat membalik tantangan-tantangan ini menjadi peluang,” katanya.
Editor: Ranto Rajagukguk