Ritel di tahun 2017 tidak tumbuh progresif. Ketua Umum Asosiasi Pelaku Ritel Indonesia Roy Mandey mengatakan, konsumen cenderung menahan daya beli dan memilih untuk menabung. Di satu sisi, industri kecantikan justru tumbuh double digit. Menilik outlook di tahun 2018, Deputy CEO MarkPlus Inc Jacky Mussry mengatakan, para pemain harus meningkatkan attraction dan curiousity guna memenangkan pasar kecantikan. Lalu, seperti apa pendekatan yang tepat untuk digunakan?
Tahun 2017, menjadi tahun yang cukup mengagetkan bagi pemain ritel pasca melemahnya daya beli konsumen. Hal ini terlihat dengan fakta tutupnya sejumlah ritel. Meski daya beli melemah, Jacky menjelaskan masih ada sejumlah sektor yang tumbuh baik. Data MarkPlus Analysis terkait Emerging Consumer Survey 2017 menunjukkan, produk sepatu, parfume, holidays, dan fesyen menjadi produk yang paling banyak dicari tahun lalu.
“Saat ini, orang mulai bergerak ke lifestyle berbeda yang membuat pasar pariwisata dan kecantikan kian potensial. Orang semakin willing to spend more ke lini ini. Lebih dari itu, perubahan customer behavior telah terjadi. Konsumen cenderung membelanjakan uang mereka untuk menikmati berbagai pengalaman (experience) dibanding membeli berbagai macam barang,” ungkap Jacky di Jakarta, Kamis (11/01/2018).
Dalam situasi ini, Jacky mengatakan ada dua hal yang harus diperhatikan para pemain. Attraction dan curiousity menjadi kunci dalam memenangkan pasar. Namun pendekatan yang digunakan pun harus berlandaskan human spirit dan digitalization.
“Attraction dan curiousity harus ditingkatkan dalam industri kecantikan karena konsumen saat ini akan memilih menggunakan produk yang membuat mereka tertarik dan membangkitkan rasa ingin tahu,” kata Jacky.
Lebih jauh ia menjelaskan, kedua hal ini harus digunakan melalui digitalization dan human spirit. Brand saat ini harus semakin humanist dan memperlihatkan karakter mereka. Memberikan fokus kepada manusia itu sendiri diyakini Jacky akan mempengaruhi nilai dari brand itu.
Nilai human spirit ini kemudian dikatakan Jacky dapat disampaikan brand melalui digital. Ia percaya, digitalisasi dapat membuat sebuah human spirit. Di era digital, brand harus mampu beradaptasi dan menggunakan digitalisasi sebagai salah satu pendekatan untuk memenangkan pasar.
Pada akhirnya, Jacky mengatakan brand harus hidup dan menarik, baik secara physical, intellectuality, sociability, emotionability, personality, maupun morality.
“Dari sisi physical, mereka harus mampu tampil berbeda dan bagus. Ini penting karena akan mempengaruhi semua momen. Kemudian, brand pun harus menunjukkan intelektualitas, sociability mereka dihadapan konsumen, emotionability mereka dengan memahami pihak lain, menunjukkan personality mereka sebagai brand yang cantik misalnya, dan terakhir menunjukkan moral yang baik,” tutur Jacky.
Editor: Eko Adiwaluyo