Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI melaporkan hingga sekarang overcapacity semen di pulau Jawa mencapai 55,4%. Hal ini terjadi lantaran tingginya produksi sedangkan serapannya di pasar terus menurun.
Ignatius Warsito, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin menuturkan, kondisi overcapacity industri semen terjadi hampir di seluruh wilayah, kecuali Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Untuk itu, pemerintah mendorong penguatan industri semen di dalam negeri, di antaranya melalui upaya penerapan kebijakan moratorium atau pengaturan investasi baru.
BACA JUGA: Ini Dua Hal yang Bikin Industri Semen Tertekan
“Persentase overcapacity terbesar terjadi di Pulau Jawa, yaitu lebih dari 55,4%,” kata Warsito melalui keterangannya, Senin (17/7/2023).
Menurutnya, investasi baru pabrik semen sebaiknya tetap diarahkan pada wilayah Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Pengaturan ini akan ditinjau kembali jika utilisasi rata-rata nasional telah mencapai 85%.
BACA JUGA: Industri Over Kapasitas, Pendapatan Semen Indonesia Menurun
Adapun data produksi semen pada semester I tahun 2023 sebesar 29,3 juta ton, dengan kebutuhan semen nasional mencapai 28 juta ton. Sedangkan, produksi semen sepanjang tahun 2022 lebih dari 64 juta ton, dengan kebutuhan sekitar 63 juta ton.
“Saat ini, industri semen nasional terdiri dari 15 perusahaan semen terintegrasi yang tersebar mulai dari Aceh hingga Papua, dengan total kapasitas terpasang sebesar 116 juta ton per tahun. Saat ini industri semen kita masih mengalami overcapacity sebesar 51,8 juta ton atau sebesar 45%,” ujarnya.
Di sisi lain, Warsito menyebut, semen merupakan barang yang memiliki ukuran dan volume besar, sehingga membutuhkan moda transportasi dengan daya angkut besar dan dimensi khusus. Mengingat, lebih dari 80% transportasi semen adalah melalui darat (truk).
“Kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) membutuhkan penerapan yang tepat sasaran agar tidak menimbulkan dampak meningkatnya biaya logistik yang harus ditanggung industri maupun konsumen,” terangnya.
Industri semen telah menyampaikan tiga usulan sebelum pemberlakuan kebijakan Zero ODOL secara penuh, yaitu penyesuaian sistem keur atau kir terhadap desain kendaraan dan kelas jalan, kebijakan penerapan multi-axle, serta peningkatan kualitas daya dukung jalan (kelas jalan). Ketiga usulan tersebut perlu diselesaikan lebih dulu, untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan Zero ODOL.
“Apabila belum terpenuhi, maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan penyesuaian kembali waktu pemberlakuan Zero ODOL menjadi tahun 2025. Mengingat, industri kehilangan momentum dua tahun lebih dalam persiapan pelaksanaan kebijakan Zero ODOL secara penuh pada tahun 2023 karena adanya pandemi COVID-19,” pungkasnya.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz