Paradigma Muslimpreneur, Eksklusif atau Inklusif?

marketeers article

Muslimpreneur menjadi isu yang tengah disoroti Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI). Konsep ini dinilai UAI dapat mendorong sustainabilitas pertumbuhan ekonomi bangsa. Alih-alih bersifat eksklusif lantaran berangkat dari nilai-nilai keislaman, UAI meyakini konsep muslimpreneur justru bersifat inklusif. Lantas, apa yang mendasari UAI menyimpulkan hal ini?

Berangkat dari pemikiran Paul Romer, seorang peraih nobel ekonomi berkat analisis Endogenous Growth Economy, UAI mencoba melengkapi konsep ini dengan konsep muslimpreneur.

“Analisis makroekonomi jangka panjang Paul Romer merujuk pada potensi intrinsik suatu negara, meliputi human capital, teknologi, dan institusi. Indonesia memiliki sumber daya melimpah dengan social capital yang baik lantaran masyarakat yang menganut nilai gotong royong. Kemudian, kami mencoba mencari faktor intrinsik lain dari Indonesia yakni nilai keislaman yang ada di dalamnya,” jelas Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Asep Saefuddin di Jakarta, Rabu (30/01/2019).

Menurut Asep, Muslimpreneur merupakan konsep berwirausaha yang Halalan Thayyiban. Nilai yang dianut adalah perilaku jujur dan amanah sebagaimana perilaku Nabi Muhammad SAW.

“Jadi, hubungan yang di bangun itu Hablum minallah, Hablum minan-nas. Hubungannya vertikal (kepada tuhan) dan horizontal (kepada sesama dan lingkungan). Muslimpreneur adalah soal bagaimana kita bisa berperilaku jujur dalam berbisnis, didukung dengan pemanfaatan teknologi, namun berujung pada humanity,” ujar Asep.

Tak eksklusif, Asep mengatakan konsep Muslimpreneur justru bersifat inklusif. Hal ini tercermin dari perilaku Nabi Muhammad yang tidak mempekerjakan karyawan berdasarkan latar belakang agama atau ras. Beliau diakatakan Asep menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apa pun latar belakang mereka. “Ada nilai-nilai toleransi di sana, dan ini sifat yang inklusif,” tegas Asep.

Tengah mengkaji lebih jauh perihal Muslimpreneur, UAI bekerjasama dengan International Council for Small Business (ICSB) Indonesia untuk membawa kajian Muslimpreneur ke forum ICSB Internasional.

“ICSB Indonesia bersama UAI akan meriset lebih jauh mengenai konsep Muslimpreneur ini dan akan kami presentasikan konsep kewirausahaan dalam perspektif islam ini di Kairo pada gelaran The 64th Annual ICSB World Congress  and ICSB Academy (16-21 Juni 2019),” kata Hermawan Kartajaya, Chairman of ICSB Indonesia.

Hermawan menilai, ada banyak hal menarik soal bagaimana islam memandang kewirausahaan. “Nabi Muhammad merupakan role model di bidang entrepreneur dan perilaku yang beliau terapkan sejalan dengan konsep Marketing 3.0, ” ujar Hermawan. Marketing 3.0 merupakan konsep berbisnis yang berbasis pada human spirit dan mempedulikan People, Planet, dan tanpa mengabaikan Profit.

Editor: Sigit Kurniawan

Related