Oleh Dimas Siregar,
PR & Marcom Manager Qlue
Sejak kemunculan internet dan semakin majunya teknologi, hampir seluruh sektor usaha diprediksi akan mengaplikasikan aspek digital dalam operasionalnya. Hingga sejak awal 2020, digitalisasi itu belum terlalu terlihat. Namun pandemi COVID-19 betul-betul mengubah semuanya. Nyaris semua dimensi kegiatan dilakukan tanpa tatap muka dan nir sentuhan.
Tak sedikit institusi yang kesulitan beradaptasi lantaran sumber daya yang terbatas. Akibatnya banyak aktivitas usaha yang berhenti sementara hingga akhirnya harus tutup karena tak mampu melewati badai perekonomian. Secara luas, Indonesia pun dilanda resesi lantaran pertumbuhan ekonomi minus selama tiga kuartal beruntun. Pada kuartal kedua 2020, ekonomi Indonesia minus 5,32%, lalu minus masing-masing 3,49% dan 2,19% pada kuartal tiga dan empat.
Kuartal pertama ini, ekonomi memang masih minus 0,74%, tapi sudah menunjukkan sejumlah perbaikan. Hal itu tak lepas dari adaptasi dunia usaha yang secara agile mampu mengonversi bisnisnya secara terukur. Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi yang tanpa disadari menjadi kian masif.
Alasannya bisa jadi cukup sederhana: teknologi mampu menutup sejumlah celah aktivitas yang belum bisa dilakukan manusia. Segala hal yang dikerjakan jadi lebih mampu diawasi dengan baik, sehingga akuntabilitas dan produktivitas pun meningkat. Memang tidak serta-merta dialami seluruh pelaku usaha. Tapi setidaknya menjadi patokan bahwa ada solusi dari sejumlah dampak pandemi yang bisa terbantukan pemanfaatan teknologi.
Contoh pemanfaatan teknologi bisa dilihat dari pemeriksaan suhu tubuh. Pemanfaatan teknologi IoT mampu membuat sebuah perangkat menjadi “lebih pintar” untuk mendeteksi suhu tubuh seseorang hingga penggunaan maskernya. Perangkat itu pun ditanamkan kecerdasan buatan sehingga bisa memberikan nilai kelayakan apakah orang tersebut berhak melewati check point tersebut atau tidak.
Hasilnya, pengecekan suhu tubuh dilakukan tanpa melibatkan petugas. Semua datanya akan terkirim ke perangkat dashboard yang terintegrasi sehingga petugas hanya perlu turun ke lapangan jika diperlukan.
Pada era pandemi ini juga pengawasan dari penerapan protokol kesehatan menjadi hal baru yang mesti diantisipasi. Mulai dari pemakaian masker hingga mendeteksi kerumunan yang mungkin saja terjadi. Teknologi lagi-lagi dibutuhkan untuk meminimalisir kontak fisik maupun mengelola kapasitas ruangan. Tak cuma di dalam ruangan, tapi juga di luar ruangan.
Periode libur Lebaran 2021 bisa menjadi contoh. Proses otomatisasi berbasis AI dan IoT bisa membuat kamera CCTV yang ada di lokasi wisata menjadi lebih pintar dan mampu menganalisis potensi keramaian. Dengan terhubung pada pengeras suara, maka pengawasan dan penegakan protokol kesehatan tempat itu menjadi lebih efektif dan efisien. Lokasi wisata tetap dibuka dengan sejumlah ketentuan, dapur para pelaku usaha pariwisata pun bisa tetap ngebul.
Di luar negeri, pemanfaatan teknologi sudah terbukti efektif mengendalikan laju penyebaran virus COVID-19. Cina membangun sistem pengawasan canggih berbasis KTP sehingga warganya bisa tetap terlacak meski sedang tidak terhubung dengan jaringan internet. Beberapa kali dikritik karena dianggap terlalu ekstrim. Tapi kini Cina menjadi salah satu negara yang angka penderita COVID-19-nya terendah di dunia. Resep mereka pun diadopsi Korea Selatan, Rusia, Taiwan, hingga Singapura
Teknologi kecerdasan buatan dan implementasi IoT bisa menjadi salah satu kunci vital pemulihan ekonomi. Tak cuma di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Aktivitas yang minim sentuhan fisik semakin dibutuhkan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, dan di saat yang sama memulihkan perekonomian.
Di Indonesia, pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan laporan Microsoft dan International Data Corporation Asia/Pacific pada 2020 lalu, sebanyak 24,6% institusi di Indonesia sudah menggunakan teknologi berbasis AI. Angka itu jauh lebih tinggi dibanding Thailand di posisi kedua dengan 17,1%, disusul oleh Singapura (9,9%), dan Malaysia (8,1%).
Perbaikan ekonomi yang digagas pemerintah melalui sejumlah insentif memang belum mampu mengangkat Indonesia dari jurang resesi. Namun perbaikan pertumbuhan dari minus 2,9% menjadi minus 0,74% menjadi sinyal kuat bahwa kita sudah berada dalam jalur yang tepat. Tugas yang tak kalah penting adalah meningkatkan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan agar perbaikan ekonomi tak sia-sia.
Tragedi meroketnya angka positif COVID-19 di belahan dunia lain salah satunya India harus menjadi pelajaran penting bahwa vaksinasi tak menjamin kita kebal dari virus, tapi hanya mencegah orang yang terpapar agar tidak mengalami gejala berat. Penggunaan teknologi untuk mendeteksi kerumunan maupun penggunaan masker juga bisa menjadi solusi untuk meminimalisir potensi penyebaran. Kolaborasi antara kedisiplinan masyarakat dan pemanfaatan teknologi ini merupakan salah satu elemen yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat.