Pasar aparetmen di Jakarta belum pulih betul. Menurut data Colliers International Indonesia, setidaknya selama Q4 tahun 2019 lalu penyerapannya hanya pada angka 87,2%.
“Kemarin dibilang sebagai tahun politik karena pemilu. Tapi, pemilu usai pun tidak langsung mendorong penjualan,” ujar Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia.
Ferry menilai kondisi saat ini masih cukup berat untuk kalangan end-user. Salah satu yang masih memberatkan adalah suku bunga. Bank Indonesia memang sudah menurunkan suku bunga. Namun, bagi perbankan hal ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan untuk mereka melakukan penyesuaian.
“Selain stimulus dari pemerintah, kalangan end-user ini juga mebutuhkan stimulus dari kalangan pengembang. Baik dalam bentuk diskon atau pun kemudahan-kemudahan lainnya yang dirasa akan semakin memudahkan konsumen,” tambahnya.
Sementara untuk tipe investor, kondisi saat ini membuat mereka kesulitan untuk mendapatkan angka sewa yang diinginkan. Pada dasarnya, kalangan investor akan membeli properti dalam bentuk apartemen yang kemudian akan disewakan kembali. Karena harga sewa yang stagnan kalangan investor memilih instrumen investasi lain yang dirasa lebih mudah cair ketimbang properti.
Kalangan pengembang sekiranya akan agresif dalam hal memasarkan unit yang tersedia saat ini. Selain itu dalam beberapa proyeknya, para pengembang apartemen akan memasarkan unit dalam ukuran yang lebih kecil. Hal ini untuk mengurangi pajak barang mewah, khususnya untuk unit yang berada di atas 149m². Di satu sisi hal ini akan lebih terjangkau oleh calon pembeli.
Data Colliers menilai dalam lima tahun ke depan akan ada lebih dari 40 ribu unit baru apartment di Jakarta. Khususnya di lokasi yang dilewati oleh MRT dan LRT.
Editor: Sigit Kurniawan