Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan berdasarkan riset dari Business Research Insight pertumbuhan pasar pati sagu secara global diproyeksikan mencapai US$ 557,13 juta atau setara Rp 9,02 triliun (kurs Rp 16.197 per US$) pada 2031. Indonesia dengan luas lahan sagu terbesar di dunia bisa menjadi pemasok pati terbesar.
Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian menjelaskan saat ini pemerintah terus mendorong percepatan pengembangan industri pengolahan sagu agar dapat meningkatkan nilai tambah dan memacu penyerapan tenaga kerja dalam negeri. Dengan demikian, hal itu bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
BACA JUGA: Berpotensi Tumbuh, Kemenperin Kembangkan Industri Sagu dan Cokelat
“Pengoptimalan pemanfaatan dan pengembangan komoditas sagu dapat turut berkontribusi dalam penguatan perekonomian masyarakat Indonesia. Secara umum pada tahun 2023 Indonesia menduduki posisi kedua, dengan nilai ekspor sekitar US$ 9 juta,” kata Agus melalui keterangan resmi, dikutip Senin (5/8/2024).
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi luas lahan sagu terbesar di dunia. Dari 6,5 juta hektare (ha) lahan sagu di seluruh dunia, sekitar 5,5 juta ha atau 85% di antaranya berada di Indonesia.
BACA JUGA: Ada Ancaman Krisis Pangan, Kementan Dorong Pengembangan Mi Sagu
Sebaran lahan sagu terluas, sekitar 5,2 juta ha berada di Papua, yang saat ini pemanfaatannya masih rendah.
“Hilirisasi industri sagu diharapkan tidak hanya berhenti sampai di pati sagu, tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan produk hilir lainnya,” kata Agus.
Selanjutnya, sagu dapat diolah menjadi beragam produk, mulai dari produk pangan seperti pati sagu, mi, beras analog, modified starch, sampai dengan produk non-pangan seperti bio packaging. Penguatan riset dan inovasi produk diharapkan juga dapat mendukung pengembangan hilirisasi sagu.
Agus menyebut sagu merupakan salah satu komoditas yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan guna mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Selain itu, sagu adalah tanaman asli Indonesia yang menghasilkan pati paling besar dibandingkan dengan tanaman penghasil pati lainnya.
“Sagu juga merupakan komoditas yang ramah lingkungan karena memiliki laju penyerapan CO2 yang tinggi, sehingga menjadi salah satu kontributor perlambatan global warming,” ucapnya.
Editor: Ranto Rajagukguk