Pemerintah membuka peluang untuk menghentikan ekspor energi baru terbarukan (EBT) dalam waktu dekat. Pasalnya, energi ramah lingkungan akan lebih dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.
Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan penghentian ekspor EBT terpaksa dilakukan untuk menjaga ketahanan energi Indonesia. Ini merupakan arah kebijakan investasi di Tanah Air tahun 2023.
BACA JUGA: Pengusaha Ungkap Potensi EBT di Indonesia Tembus 450 Ribu Megawatt
“Indonesia tahun 2025, minimal 25% dari total pemakaian energinya harus menggunakan energi baru terbarukan. Kalau negara kita saja belum cukup, ngapain ekspor? Kita optimalkan penggunaan energi baru terbarukan di dalam negeri,” ujar Bahlil melalui keterangannya, Kamis (2/2/2023).
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, porsi energi terbarukan baru 4,9% dari bauran energi nasional. Kemudian angkanya terus naik hingga mencapai 12,16% pada 2021.
Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), porsi energi terbarukan ditargetkan bisa terus naik ke 15,7% pada 2022 dan mencapai 23% pada 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat melimpah, yaitu sekitar 3.000 gigawatt (GW).
BACA JUGA: PLN Kembangkan EBT di Kawasan 3T, Hadirkan PLTP di Mataloko
Bahlil menyebut tahun ini pemerintah Indonesia masih terus melanjutkan upaya percepatan hilirisasi dengan menghentikan ekspor komoditas primer, yaitu bauksit dan akan dilanjutkan dengan penghentian ekspor timah. Hal ini menjadi upaya nyata pemerintah untuk mendorong hilirisasi industri.
Dia bilang Indonesia terus bergerak ke arah industri yang ramah lingkungan. Ke depannya investasi didorong pada sektor hilirisasi yang masif.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, kita harus terus maju. Apabila dibawa ke WTO (World Trade Organization) kita bisa ajukan banding. Jangan pernah mau didikte negara manapun. Kita mulai setop ekspor bauksit dan selanjutnya ke sektor timah dan gas. Lalu, akan dibangun ekosistem untuk methanol, soda gas, blue amonia di Papua Barat. Ini betul-betul sekarang yang menjadi fokus pemerintah,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk