PT Pegadaian (Persero) menjadi salah satu BUMN yang tengah membenahi diri. Sebagai BUMN, beban yang ditanggung Pegadaian tentu dua kali lebih berat mengingat fungsinya sebagai penyedia layanan keuangan untuk masyarakat harus dibarengi dengan pertumbuhan bisnis yang dilakukan.
“Tantangan digitalisasi yang dihadapi oleh Pegadaian cukup besar mengingat. Digitalisasi yang terjadi mengharuskan Pegadaian bertransformasi dari perusahaan gadai tradisional menjadi perusahaan keuangan digital,” kata M. Edi Isdwiarto Direktur SDM PT Pegadaian (Persero) di Industry Roundtable Actualizing The Post Normal: Year 2021 dan Beyond, Selasa (27/10/2020).
Dalam menjawab tantangan digitalisasi, Pegadaian memulainya dengan mentransformasi pegawainya. Perusahaan ini mulai menerapkan penggunaan fasilitas digital untuk kerja, mensupervisi pekerjaan yang kemudian dikembangkan menjadi layanan. Berbagai strategi pun dilakukan mulai dari membangun kapabilitas digital pegawai hingga menanamkan budaya kerja baru, yaitu dengan menghidupkan budaya korporasi yang diseimbangkan dengan budaya belajar tinggi.
Strategi transformasi inilah yang menjadi kunci keberhasilan Pegadaian dalam menghadapi pandemi. Per September 2020, aspek bisnis Pegadaian mengalami pertumbuhan. Revenue perusahaan ini bahkan naik 109,9% dibandingkan laporan per Maret 2020. Sementara itu, aset dan liabilitas perushaan juga naik masing-masing 4,2% dan 4,3%.
“Patut disyukuri saat perusahaan keuangan lain ada yang mengalami kontraksi, pegadaian justru thriving. Pertumbuhan ini bisa dibilang tidak lepas dari peran pandemi. Kondisi ini menyebabkan akselerasi tidak hanya terjadi pada sistem pelayanan, tapi juga pola pikir pegawai yang semakin sadar bahwa digitalisasi memang diperlukan untuk menghadapi masa depan,” tutur Edi.
Framework ini jugalah yang diterapkan Pegadaian untuk menghadapi kenormalan baru. Pertama, Pegadaian harus memanfaatkan krisis untuk bertahan (crisis to cope) dengan mendahulukan keselamatan pegawai. Kedua, memasuki kenormalan baru, Pegadaian mulai bertransformasi dari melakukan respons-respons emergency menjadi new normal new behaviour. Artinya, pegadaian memperkuat adaptasinya teradap kondisi pasar, dalam hal ini adalah digitalisasi dalam cara kerja maupun layanan terhadap pelanggan.
Di fase terakhir, Pegadaian menerapkan continue to change di mana kenormalan baru sudah menjadi cara hidup yang ajeg. Edi berkata, Pegadaian berupaya menjadi organisasi yang lebih agile dengan proses kerja baru yang produktif dan inovatif didukung oleh penerapan teknologi. Untuk saat ini, Pegadaian memang masih dalam perjalanan ke sana mengingat perlu proses untuk bertransformasi dari perusahaan tradisional ke perusahaan digital.
“Tantangan terbesarnya adalah mengubah pegawai dari pekerja menjadi entrepreneur. Namun dengan upaya yang maksimal, kami yakin dalam lima tahun Pegadaian bisa memilki wajah baru dengan budaya kerja baru pula,” tutup Edi.